Fanfic : Pink
Author
: Naumi Megumi
Pairing : SasuSaku
Rate : T
Genre :
Romance
Disclaimmer :
Naruto © Mashashi Kishimoto
Warning:
OOc banget, AU, Gaje, Alur kecepatan,
Typo, miss typo, abal, oneshot, ide pasaran, minimnya diskrip dan
silahkan FLAME jika memang fic-ku ini benar-benar memuakkan! ^_^
Summary :
sesuatu yang kita benci bukan berarti tidak membawa keberuntungan bagi kita,
bukan? Seperti halnya dengan Sakura yang sangat membenci dengan warna pink karena alasan tertentu.
Dan akhirnya, Sakura kembali menyukai
warna pink karena alasan tertentu
pula.
Tertentu itu apa ya?
Ayo baca! Terima kasih J
Mari bersama sama kita teriak ‘Uye!’
Uye!! \(o.o)/
TERIMA KASIH SEMUANYA!! UYE!! \(O.O)/
DON’T LIKE DON’T READ
Jangan Lupa RnR-Nya
Selamat membaca! ^_^
Pink
Hari ini seperti biasa, aku menyisir
rambut pink-ku yang warnanya sangat
mencolok. Aku benci ini. Namaku Haruno Sakura, umur 16 tahun. Seperti yang aku
bilang tadi, rambutku berwarna pink
dengan panjang sepunggung. Sebenarnya aku tidak suka rambutku yang mencolok ini,
panjang seperti ini, ini karena perintah Kaa-sanku.
“Sakura,
rambutmu itu bagus sekali. Jangan kamu potong ya?! Awas kalau sampai kau
memotongnnya. Kaa-san tidak akan memberikan uang jajan untukmu!”
Itulah yang Kaa-san ucapkan setiap aku mengeluh tentang rambutku. Aku lebih takut
dengan ancaman Kaa-san dibandingkan
dengan warna rambut ini. Tapi, rasa benciku masih membara pada rambutku ini. Pink? Haduh.
Setelah aku menyisir rambutku yang unik
bin ajaib ini, aku segera turun ke ruang makan. Kaa-san sudah menungguku di meja makan. Aku juga harus sarapan setiap
hari. Itu perintah Kaa-san padaku.
Pernah suatu hari, aku bangun kesiangan dan karena mepet sekali, aku kabur
tidak sarapan. Tapi, saat aku kabur, ada benda tumpul yang membentur kepalaku
dengan keras. Coba bayangkan itu, Kaa-san
melemparkan sebuah piring plastik ke kepalaku. Apa ini tidak termasuk kekerasan
dalam rumah tangga? Entahlah. Dan saat itulah, aku menjadi trauma. Setiap pagi
aku selalu sarapan walaupun sedikit.
“Ohayo, Kaa-san?” sapaku begitu sampai di ruang makan.
“Ohayo, Saku-chan,” sahut Kaa-san
dengan senyum yang ceria. Kaa-san
memang seperti itu, terlihat begitu ceria setiap hari.
Kaa-san
mengambilkan minuman susu untukku dan menaruhnya di samping kananku.
“Arigatou, Kaa-san,” ucapku lembut sambil tersenyum ke arah Kaa-san.
“Doita, Saku-chan.” Kaa-san lalu
duduk di sampingku.
“Selamat makan!” ucap Kaa-san dengan semangat. Aku hanya
tersenyum melihat Kaa-san yang begitu
semangat. Hanya saja, aku merasa bingung dengan Kaa-san. Tidak sedikitpun terlihat bahwa Kaa-san sedih.
Kami berdua menikmati sarapan. Ya, hanya
berdua. Aku dan Kaa-san. Tou-san sudah meninggal sejak aku duduk di
kelas 4 SD. Tou-san meninggal karena
sakit jantung. Hah, begitu bahagiannya kami saat itu, saat kami bertiga tertawa
bersama, bercanda berama. Aku merindukan masa-masa itu.
“Sakura, kenapa kau tidak memakan
makananmu?” tanya Kaa-san sambil
memandangku. Itu membuatku sedikit kaget. Mungkin Kaa-san heran melihatku yang tak kunjung memakan makanan di depanku
tapi malah melamun.
“Ah, tidak, Kaa-san. Aku sedang memikirkan sesuatu,” jawabku sambil tersenyum.
“Memikirkan apa?” tanya Kaa-san sambil menaikkan sebelah alisnya
penasaran.
“PR-ku. Aku sedang mengingat, apakah aku
sudah mengerjakannya atau belum. Ternyata sudah,” jawabku berbohong.
“Oh.” Kaa-san hanya ber-oh ria sebagai tanggapannya.
Kami pun kembali menikmati sarapan
dengan tenang.
à Pinkß
Aku berjalan menuju kelasku yaitu 1-2.
Konoha High School, itulah nama sekolah tempatku menuntut ilmu.
Aku berjalan menyusuri korikor sekolah
sambil mendengarkan mp3 dari I-Pod-ku. Kedua telingaku kujejali headset. Aku terlalu malas untuk
mendengarkan gosip-gosip para siswa dan siswi ini. Yang mereka bicarakan selalu
sama, tentang orang yang sama dan tentang hal yang sama. Mereka bilang Sasuke
tampan, cool, bla bla bla. Masih
banyak lagi. Sasuke, Uchiha Sasuke adalah murid cowok yang digandrungi para
siswa cewek di sini, bahkan para siswa cowok saja juga ada yang ngefans
dengannya.
Aku akui, Sasuke memang tampan dan cool. Hanya saja, aku terlalu sibuk
untuk memikirkan itu. Ini dunia nyata. Jadi, untuk apa aku memikirkan hal yang
kurang penting. Dan aku akui lagi, aku memang menyukainya. Ya, hanya sekedar
ngefans. Dan ingat, aku tidak segila mereka.
Sebagai cewek yang normal, siapa sih
yang tidak terpikat dengan Sasuke sang pangeran sekolah. Bahkan aku juga
terpikat olehnya. Tapi, sekali lagi aku tegaskan. Ini adalah dunia nyata. Aku
menyadari diriku yang biasa-biasa saja dan dengan warna rambut yang mencolok.
Kurasa Sasuke tidak akan pernah melirikku. Aku juga tidak terlalu berharap
untuk itu.
“Kyaa! Sakura, akhirnya kau datang
juga!” teriak Ino begitu aku memasuki kelas. Ino adalah teman satu kelasku
sekaligus teman satu bangkuku. Dia cantik, manis, tapi sayang, dia ratu gosip.
Dan sekarang dia pasti mau meminjam PR Matematika-ku.
“Sakura, aku lupa kalau ada PR Matematika.
Bolehkah aku meminjam PR-mu?” tanya Ino dengan wajah yang dibuatnya semanis
mungkin.
“Kalau pun aku menolaknya, kau pasti
akan terus merayuku sampai kau mendapatkannya kan?” dugaku. Memang seperti
itulah yang Ino lakukan hampir setiap hari.
Ino hanya nyengir kuda ke arahku. “Jadi,
kau mau kan?” tanyanya lagi, tapi itu lebih mirip dengan pernyataan bukan
pertanyaan.
“Ya.” Aku membuka tasku dan mengambilkan
sebuah buku yang depan sampulnya tertulis nama, alamat, no absenku dan tetulis
juga mata pelajaran Matematika. Aku menyerahkannya pada Ino. “Nanti istirahat
sekolah, traktir aku,” ajuku.
Ino tersenyum. “Tentu.” Dia pun segera
mengambil buku-ku dan segera menyalinnya ke buku Matematika-nya.
à Pinkß
“Hey Sakura, apa kau tau kalau Sasuke
kemarin sudah putus dengan si merah?” tanya Ino sambil meminum minumannya.
Kami sekarang ada di kantin. Seperti
janji Ino tadi. Dia menraktirku. Menaktrikku segelas es teh. Apa ini tidak
terlalu berlebihan. Maksudku, kata ‘traktir’ dengan kata ‘es teh’. Kata
‘traktir’ terlalu besar maknanya untuk kata ‘es teh'. Pelit sekali Ino padaku.
“…” aku diam saja, tidak menanggapi
perkataan Ino. Aku masih kesal dengannya karena es teh ini.
Ino menatapku heran. “Hey, kau kenapa?”
tanyanya dengan wajah tanpa dosa. Apa dia tidak mengerti dengan apa yang telah
diperbuatnya padaku? Janji hanya janji. ‘traktir’... ‘teh', itu jauh sekali.
Aku tetap diam. Ino melihatku saat aku
meminum es teh-ku dengan tampang yang tidak bersemangat.
“Kau tidak suka aku traktir es teh?” tanya
Ino.
Aku menghela napas. “Ino, apa kata
‘traktir’ pas dengan kata ‘es teh'?” tanyaku sambil melihat ke arah Ino dengan
sinis.
Ino hanya nyengir kuda. “Maaf Sakura, ini kan akhir pekan. Jadi,-“
“Stop! Aku tau apa yang akan kau katakan,” potongku. Aku tau Ino pasti
beralasan tentang akhir pekan yang uang jajannya juga semakin menipis, dan ia
harus hemat untuk jalan dengan pacarnya yaitu Sai. Aku tau itu, hampir setiap
hari Ino mengatakan ini. Aku kira hari ini dia akan benar-benar mentraktirku,
tapi, ternyata memang sama saja. Ino belum taubat.
Lagi-lagi Ino hanya nyengir kuda. “Eh Sakura, kau tau tidak tentang Sasuke
yang sudah putus dengan si merah?” tanyanya lagi. Ino mencoba mengalihkan
kemarahanku.
“Tidak, memang kenapa? Apa itu penting?” tanyaku malas.
“Apa benar? Apa Sasuke tidak penting bagimu? Lalu, kenapa kau pernah
bilang kalau…Hmp…” aku segera membungkam mulut ember Ino dengan tanganku. Dasar
ratu gosip! Tidak bisa menjaga rahasia sedetik saja.
“Dengar ya Ino. Kalau kau sampai ungkit masalah itu di depan umum, kau
tidak akan aku pinjami PR-ku lagi!” ancamku dengan berbisik pada Ino. Seketika
Ino pun menjadi pucat. Aku tau kelemahan cewek penyuka warna ungu ini. Ino
mengangguk dengan cepat. Aku lalu melepaskan tanganku dari mulutnya.
“He, bukankah Sasuke itu teman SMP-mu?” tanya Ino dengan berbisik.
“Sepertinya. Karena aku yakin, dia tidak akan mengakuiku sebagai
temannya,” jawabku cuek sambil meminum es teh-ku lagi.
Ino hanya mengangguk. “Eh Sakura, masa’ hanya karena Sasuke menolakmu
karena rambut pink-mu itu, kau jadi
benci warna pink,” ucapnya dengan
agak serius. Aku terdiam sejenak. Memikirkan kata-kata Ino barusan.
Aku memang teman SMP Sasuke. Seperti yang lainnya, aku mengidolakan
Sasuke. Bahkan aku pernah mencintainya. Waktu itu aku nekat menembaknya pulang
sekolah. Betapa bodohnya diriku. Sampai sekarang aku masih menyesali
perbuatanku itu. Sasuke menolakku dengan terang-terangan.
“Kau ingin menjadi pacarku, Pink? Cobalah
untuk ngaca. Oh, pasti kaca rumahmu sudah pecah karena menampakkan warna rambut
pink-mu yang begitu mencolok itu. Aku sangat membenci warna pink, termasuk juga
denganmu, dasar gadis pink jelek!”
Itulah yang diucapkan Sasuke saat sebelum pergi meninggalkanku sendiri.
Sejak itulah aku membenci warna pink.
Warna pink telah membuatku sial,
terutama rambutku ini. Aku sangat membenci pink!
“Itu berarti Sasuke menang. Dan kau kalah, Sakura,” ucap Ino lagi.
Aku mengerutkan keningku bingung. “Maksudmu?”
“Kau jadi membenci pink karena
Sasuke bilang dia tidak menyukai pink.
Dan berarti kau mendukungnya,” ucap Ino.
Aku berfikir sejenak. Apa yang dikatakan oleh Ino ada benarnya juga. Tapi,
pink sudah menghancurkan harapanku.
Aku juga membenci Sasuke. Walaupun aku tau, aku tidak bisa benar-benar
membencinya. Hanya saja, pink dan
Sasuke, itu adalah kenangan yang paling buruk dalam hidupku.
“Ya, aku tau itu, Ino. Tapi, warna pink
sudah membuat harapanku hancur,” jawabku dengan wajah yang memelas.
“Harapan untuk jadi pacar Sasuke? Itu berarti kau memang mengharapkannya,
Sakura,” balas Ino.
“Aku sudah terlanjur benci dengan pink.
Jadi, jangan membahas hal yang tidak penting ini lagi,” ucapku mencoba untuk
mengakhiri topik pembicaraan yang tidak enak ini.
Ino memutar bola matanya malas. “Ya. Apa maumu, Sakura.” Ia lalu kembali
meminum jus blueberry-nya.
“Ino-chan!” seru seseorang.
Seketika aku dan Ino menoleh ke arah sumber suara. Terlihatlah seorang
laki-laki yang berkulit putih, model rambut yang klimis, dan mempunyai mata
onyx yang sama dengan Sasuke. Dia adalah Sai, pacar Ino. Di sampingnya berdiri
seorang laki-laki yang aku singgung tadi, Sasuke.
Mereka berdua berjalan ke arah meja kami dengan diiringi teriakan-teriakan
histeris para cewek-cewek yang menggandrungi dua laki-laki ini. Dengan gaya sok
cool-nya, Sasuke berjalan dengan
tangan yang dimasukkan ke saku celananya. Rasanya aku ingin muntah dengan
gayanya yang sok itu. Dengan wajahnya yang datar itu, dia menutupi semua
kejelekkannya, hanya aku yang mengetahui kejelekanya itu. Kasar, sombong, sok
dan masih banyak lagi.
Aku mengalihkan pandanganku dari orang itu ke ‘es teh’ ku. Sai duduk di
samping Ino, sedangkan Sasuke duduk di sampingku.
“Hey Sai-Kun,” balas Ino.
“Kau sedang minum apa, Ino-chan?” tanya Sai dengan mesra.
“Aku sedang minum jus blueberry,
Sai-Kun,” jawab Ino yang tidak kalah
mesranya. Aku yang melihat kemesraan mereka hanya diam. Rasanya aku ingin pergi
dari sini dengan segera.
“Kau sedang minum apa, Pink?”
muncul suara dari sampingku, Sasuke.
“Kau masih punya mata kan?” suhutku jutek.
“Kenapa kau tidak minum jus stroberi saja,” saran Sasuke lagi mengacuhkan
kata-kataku barusan.
“Apa urusanmu?” sahutku tidak kalah jutek dari yang tadi.
“Kau kan mempunyai rambut pink
yang mencolok. Jadi, minumanmu juga harus sesuai dengan warna rambutmu itu,”
ucap Sasuke dengan santai. Aku memandang Sasuke dengan pandangan jatam. Dia
selalu mengejek rambutku ini.
Lalu aku mengalihkan pandangku pada Ino yang berada di hadapanku. “Ino,
aku duluan ya,” pamitku lalu berdiri dari dudukku.
“Kau mau kemana?” tanya Ino mendongakkan kepalanya untuk melihatku.
“Aku mau mencerahkan pikiranku,” jawabku.
“Baiklah,” jawab Ino.
“Mari semua.” Aku pamitan pada mereka hanya sekedar menjaga sopan
santunku.
Aku melangkahkan kakiku menjauh dari mereka semua.
à Pinkß
Aku duduk di bangkuku. Kelas masih sepi karena masih kurang 8 menit untuk
mendengar bel masuk. Aku membenamkan kepalaku di atas meja dengan beralaskan
tangan yang kulipat di atas meja. Aku lelah dengan semua ini. Kenapa di SMA ini aku harus bertemu dengannya? Hah,
aku merasa kepalaku agak sedikit nyut-nyutan. Aku pun memejamkan mataku untuk
menghilangkan rasa pusingku sedikit.
Tap tap tap
Aku mendengar suara langkah kaki yang terdengar semakin mendekat. Dan
sepertinya orang itu duduk di sampingku. Aku menegakkan kepalaku untuk melihat
orang tersebut.
“Bukankah kelas 1-1 ada di sebelah?” tanyaku sambil memandang heran ke
arah orang tersebut. Orang tersebut adalah Sasuke.
“Aku hanya datang berkunjung,” jawabnya.
“Siapa yang kau kunjungi? Di sini tidak ada siapa-siapa,” sahutku lalu
menopang daguku dengan tangan.
“Tentu saja kau, Pink,” jawabnya.
Panggilan itu lagi. Aku memandang Sasuke dengan tajam. “Jangan memanggilku
‘PINK’!” geramku dengan menekankan
kata ‘pink’.
“Memangnya kenapa?” tanya Sasuke dengan wajah yang terlihat menyebalkan.
“Aku benci pink! Kau ingat itu!
jadi, jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi!” ucapku dengan sedikit
menaikkan nada bicaraku.
“Menurutku, warna pink itu tidak
begitu buruk. Itu malah menjadikan ciri khasmu,” ucap Sasuke dengan wajah
tenangnya.
Terlihat sedikit dia tersenyum. Apa aku tidak salah lihat? Dia tersenyum
padaku? Sadarlah, Sakura! Dia hanya seorang playboy
yang sedang melancarkan rayuan gombalnya. Ingat! Dia pernah berkata padamu
tentang betapa bencinya ia pada rambut pink-mu,
Sakura!
“Kau sangat pintar sekali bersandiwara, Sasuke,” ucapku dengan senyum
kecut. “Kata-katamu itu sangat manis sekali. Kau pintar sekali merayu gadis.
Tapi sayang, aku tidak seperti mereka yang akan berteriak girang atau termakan
oleh rayuanmu itu,” lanjutku.
Sasuke terlihat bingung dengan kata-kataku atau memang itu sebagian dari
sandiwaranya? Entahlah. Aku tidak mau terjebak lagi dengan wajah polosnya itu.
“Dulu, kau bilang padaku kalau kau membenci rambut pink-ku dan kau juga membenciku,” ucapku melihat ke arahnya.
“Ketahuilah, Sakura,” ucapnya dengan lembut bahkan dia mulai memanggilku
dengan namaku, bukan ‘pink’ lagi.
“Saat itu, aku bilang seperti itu karena, saat itu aku malu dengan warna
rambutmu yang pink itu,” sambungnya.
Bagus sekali. Dia mengakuinya kalau dia malu mempunyai pacar yang
rambutnya begitu mencolok. Hatiku rasanya perih saat mendengar kata-kata itu.
“Kau mengakuinya juga. Dan kenapa sekarang kau bilang kalau pink itu tidak buruk?” tanyaku.
“Saat itu, teman-temanku selalu mengejekku karena dekat denganmu yang
mempunyai rambut…pink,” ucapnya ragu.
Orang ini tidak habisnya mengaitkanku dengan warna pink. Sekarang, aku benar-benar benci dengan warna pink! Apapun itu!
“Terima kasih atas pengakuanmu, Sasuke. Itu sangat membantuku untuk
semakin membenci warna pink,”
sahutku. Aku pun berdiri, hendak pergi darinya. Aku tidak mau mendengar
pengakuannya yang akan semakin membuat hatiku hancur.
Langkahku terhenti saat sebuah tangan kekar menahan tanganku. Aku menoleh
ke arah pemilik tangan tersebut.
“Tunggu, Sakura,” ucap Sasuke yang masih menahan tanganku.
“Maumu sebenarnya apa, ha?” tanyaku dengan sinis. “Apa kau tidak puas
mempermalukanku saat itu? sekarang kau mau apa lagi?” lanjutku dengan nada
sinis. Aku mencoba menahan emosiku. Sebenarnya apa mau orang ini?
“Maaf soal waktu itu. Aku tidak bermaksud menyakitimu~”
Aku terkekeh pelan memotong perkataannya. “Kau bilang kau tidak bermaksud
menyakitiku? Itu konyol.”
“Percayalah padaku. Aku saat itu memang malu, tapi sekarang aku baru
menyadari bahwa ‘pink’ tidaklah
penting dibandingkan denganmu, Sakura,” ucap Sasuke. cengkraman tangannya mulai
mengendur dan terlepas dari tanganku. Apakah yang dikatakannya itu benar? Apa
sekarang ia benar-benar sudah berubah? Tidak mempermasalahkan warna rambutku
yang mencolok ini?
“Aku mencintaimu, Sakura. Aku tidak akan mempermasalahkan warna rambutmu
itu. Bagiku, warna rambutmu adalah warna yang paling indah,” ucap Sasuke dengan
lembut. Apa semua yang ia katakan itu benar?
Mendadak jantungku berdegup lebih cepat. Ada apa ini? Kenapa perasaan itu
datang lagi? Apakah rasa cintaku masih sebesar waktu itu?
“Sakura, aku mencintaimu. Sangat mencintaimu,” ulangnya.
Aku tidak tau harus berkata apa. Aku masih diam, mencoba memikirkan semua
yang Sasuke katakan. Aku masih ragu dengannya, tapi tidak bisa kupingkiri juga
bahwa aku masih mencintainya seperti dulu.
PLAK!
Triiiing!
Aku mendaratkan telapak tanganku ke pipi mulus Sasuke dengan kerasnya. Aku
menamparnya. Bersamaan itu, bel masuk pun berdering.
“Aku bukan cewek bodoh yang bisa kau bodohi, Sasuke,” desisku pelan.
Aku tidak ingin mengulang kesalahanku untuk yang kedua kalinya. Aku tidak
mau dibutakan oleh cinta. Cinta hanyalah sementara dan aku tidak mau diperbudak
oleh cinta. Memang benar aku masih menyukai Sasuke, tapi aku juga tidak mau
harga diriku diinjak-injak olehnya. Aku tidak mau bernasib sama dengan
mantan-mantan kekasihnya yang ia campakkan setelah ia merasa bosan dengan
mereka. Aku tidak mau seperti itu.
Sasuke hanya terdiam, ekspresinya datar. Aku bahkan semakin kesal
melihatnya karena tidak merasa kesakitan. Matanya menatap mataku dengan tajam.
Sebenarnya apa yang sedang Sasuke pikirkan saat ini? Dia membuatku penasaran.
“…” tanpa mengucapkan sepatah katapun, Sasuke berbalik membelakangiku lalu
pergi begitu saja. Orang ini sangat menyebalkan! Bahkan dia tidak mencoba untuk
membujukku. Ya ampun, Sakura! Jangan berharap lebih pada Uchiha ini! Jeritku
dalam hati.
Aku hanya dapat menatap punggung Sasuke dengan pandangan sendu. Ingin
rasanya aku mengejar dan memeluknya, tapi ego-ku lebih besar dibandingkan
dengan perasaanku. Sebenarnya apa mau Sasuke sebenarnya? Dia menyatakan cinta
seolah sungguh-sungguh, tapi sekarang dia malah pergi begitu saja tanpa
mengatakan apa-apa. Sikapnya ini sangat membingungkan.
à Pinkß
Seperti hari biasa, aku harus berangkat ke sekolah walaupun aku berasa
enggan untuk ke sekolah mengingat kejadian kemarin. Aku masih kesal dengan
Sasuke. Aku tidak mau bertemu dengannya.
Aku mulai mengayuh sepeda hijauku menuju ke sekolah.
“Sakura!” tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namaku. Terdengar pelan
sehingga aku harus memastikan siapa orang tersebut. Aku pun menoleh ke
belakang.
“Sasuke?” ternyata orang itu adalah Sasuke. Sasuke mengayuh sepeda, tapi
bukan itu yang mebuatku bingung, melainkan warna sepeda yang ia gunakan yaitu PINK. Itu sangat jauh dari image Sasuke. Apa yang sedang ia
pikirkan sehingga salah warna seperti itu?
Sasuke mengayuh sepedanya cepat hingga bisa menjajariku.
“Pagi yang cerah ya, Sakura,” ucapnya begitu di sampingku.
Aku melihat ke atas sejenak untuk membuktikan ucapan Sasuke. “Apa
kepintaranmu sudah turun, heh? Mendung begini kau bilang cerah?” balasku dengan
sinis. Orang bodoh pun tahu kalau hari ini sedikit mendung hanya dengan melihat
langit saja.
Sasuke hanya nyengir kuda. “Tapi bagiku, ini adalah hari yang cerah karena
aku bisa melihatmu pagi ini,” ucapnya menggombal. Sejak kapan dia suka
menggombal? Ini pasti salah satu triknya untuk membodohiku.
“Kau terlihat bodoh dengan sepeda itu,” komentarku lalu aku pun mengayuh
sepedaku lebih cepat mendahului Sasuke.
“Hey, tunggu aku, Sakura!” teriaknya dari belakang.
Hari ini Sasuke terlihat aneh.
à Pinkß
Saat istirahat sekolah, aku dan Ino pergi ke kantin. Saat kami sedang asik
mengobrol, tiba-tiba Sasuke dan Sai datang. Ada yang berbeda dari penampilan
Sasuke hari ini. Dia menggunakan sepatu berwarna pink. Tadi, sepertinya aku tidak melihatnya.
Sasuke duduk di sampingku dan Sai duduk di samping Ino.
“Wow! kenapa dengan sepatumu, Sasuke? apa ketumpahan cat pink?” tanya Ino yang terkejut dengan
warna sepatu Sasuke.
“Tidak, aku hanya ingin merubah penampilanku saja,” jawab Sasuke dengan
senyum.
“Ha?” seru Ino dengan cengo. “A…apa kau tidak malu dengan ini?” bisik Ino
pada Sasuke.
“Tidak. Mengapa harus malu? Sakura saja yang mempunyai rambut warna pink, tidak malu,” balas Sasuke.
Aku menoleh ke arah Sasuke. Apa sih mau Sasuke sebenarnya? Menyinggung
masalah warna rambutku segala.
“Apa maksudmu?” tanyaku dengan sinis.
“Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya sedang memujimu,” jawab Sasuke
dengan santai.
“Memuji apanya?! Kau itu sedang mengejekku!” seruku kesal pada Sasuke.
“Sungguh, aku tidak mengejekmu. Kau malah terlihat cantik dengan rambut pink-mu itu,” balas Sasuke.
Aku berdiri, “Sudah kubilang, jangan sangkut pautkan aku dengan warna pink! Aku benci itu! dan aku juga benci
kau!” seruku keras. Semua penghuni kantin pun beralih melihat ke arahku.
Sasuke juga ikut berdiri. “Kalau begitu, aku akan membuatmu kembali
seperti dulu. Aku akan membuatmu menyukai kembali warna pink dan kembali menyukaiku, seperti dulu,” ucap Sasuke dengan PD-nya.
Apa? Sasuke mau membuatku kembali menyukai warna pink dan akan membuatku menyukainya lagi? Itu tidak akan bisa,
karena aku sudah terlanjur benci. Tidak mudah menyukai kembali sesuatu yang
sudah kita benci.
“Jangan berharap! Aku tidak akan pernah menyukai warna pink! Apalagi menyukaimu! Itu mustahil!”
sanggahku.
“Aku akan membuktikannya padamu bahwa omonganku sungguh-sungguh dan aku
akan membuatmu kembali seperti dulu,” balas Sasuke dengan santai.
Memangnya dia itu siapa? Berani-beraninya mau mengubahku kembali seperti
dulu. Aku tidak mau, aku yang dulu sangat bodoh sehingga bisa menyukaimu,
Sasuke! dan sekarang, aku tidak akan lagi terjebak dengan pesonamu yang palsu
itu!
à Pinkß
Hari ke hari tingkah Sasuke semakin aneh. Dari Sasuke yang menggunakan
sepeda warna pink, memakai jaket pink, topi pink, tas pink. Pokoknya
segala yang dipakainya semua berbau pink.
Bayangkan itu? apa anak itu sudah tidak waras?
Hingga suatu hari, Sasuke mengecat rambutnya yang biru dongker itu menjadi
pink yang mencolok. Sungguh jauh dari
kesan cool-nya. Dan kesalahan
terbesar yang kuperbuat adalah saat melihat rambutnya pertama kali, secara
tidak sadar aku tertawa karena warna yang mencolok itu tidak cocok dengan
wajahnya yang terkesan dingin. Malah terlihat lucu. Bodohnya aku! Dan saat
Sasuke melihatku menertawakannya, dia malah tersenyum menyeringai.
Tapi entah kenapa, semakin aku melihat Sasuke yang sering memakai warna pink, rasa benciku terhadap pink semakin memudar. Semuanya seolah
sudah menjadi biasa. Aku sudah tidak mengumpat tentang warna pink dan tidak lagi mengeluh dengan
rambutku yang berwarna pink.
Hari ini adalah hari pertandingan basket sekolah kami dengan sekolah
sebelah. Jadi, kegiatan belajar mengajar ditiadakan. Dan kebetulan pertandingan
ini dilaksanakan di lapangan basket sekolah kami.
“SASUKE-KUN! SASUKE-KUN!” sorak semua cewek yang berada di
bangku penonton untuk memberi semangat pada Sasuke. Di sekolah kami, Sasuke
memang jago dalam basket. Bahkan dia juga menjadi kapten basket di sekolah
kami.
Dan aku di sini bukan untuk menyemangati Sasuke tapi, karena aku dipaksa
Ino untuk ikut menonton. Di sampingku ada Ino yang sedang asik meneriaki nama
kekasihnya, Sai.
“SAI-KUN, SEMANGAT!” bahkan
teriakan Ino bisa merusak gendang telingaku jika aku tidak menyumpal telingaku
dengan headset.
Bahkan mereka saja belum keluar, tapi mereka sudah bersorak-sorak keras
sekali.
Dari sudut kanan, aku melihat gerombolan cowok dari tim sekolahku.
“KYAAA! SASUKE-KUN!” teriak
semua cewek bersamaan saat mereka keluar. Aku menyipitkan mataku untuk
mempertajam penglihatanku dan memastikan apa yang kulihat adalah hal yang
salah. Aku melihat Sasuke memakai kaos dan ikat kepala berwarna pink. Ya ampun! Apa dia benar-benar sudah
gila?
“KYAAA! SASUKE-KUN KEREN!” sorak
para penonton cewek. Bahkan cewek sekolah sebelahpun beralih menyoraki Sasuke.
Sasuke menoleh ke bangku penonton, sejenak kami bertemu pandang. Ia
tersenyum padaku, aku langsung mengalihkan pandangku darinya. Huh, kenapa
jantungku menjadi berdetak lebih cepat seperti ini? Sialan Sasuke!
Dari sudut kiri pun keluarlah tim
dari sekolah sebelah.
Priiiittt!
Peluit tanda dimulainya pertandingan pun ditiup. Semua bermain dengan
serius. Ino semakin semangat meneriaki nama kekasihnya. Begitu juga dengan para
menonton yang begitu semangat meneriaki jagoan mereka.
Setelah beberapa lama permain berlangsung, kedudukan imbang. Skor sekolah
kami dengan sekolah sebelah sama.
Menit-menit terakhir pun berjalan. Para penonton mulai tegang menyaksikan
pertandingan ini termasuk juga denganku. Aku berharap tim sekolah kami yang
keluar sebagai pemenang.
Detik-detik terakhir Sasuke memegang bola, ia me-dribble bolanya ke ring lawan mencoba me-shot-nya dengan tembakan 2 poin, tapi di tengah jalan, bola
tersebut dapat direbut oleh orang yang berambut merah darah dan memutar balik
arahnya.
Waktu pun semakin sempit. Sasuke mencoba mengejar orang tersebut untuk
merebut bola. Dan akhirnya, bola dapat direbut oleh Sasuke, tapi waktu semakin
sempit, sehingga Sasuke tidak mempunyai banyak waktu untuk me-dribble bolanya kembali.
Semua penonton mendadak menjadi hening. Aku pun semakin was-was dengan
kondisi ini.
Sasuke memilih me-shot bolanya
dari tempatnya berdiri sekarang. Dan jarak itu terlalu jauh. Ia mulai mengambil
ancang-ancang untuk me-shot bolanya
ke dalam ring. Suasana menjadi hening. Aku sangat tegang dengan keadaan ini.
“AYO SASUKE!” teriak se~ ah tidak, itu keluar dari bibirku. Seketika aku
menutup mulutku dengan kedua tanganku. Ini tanpa aku sadari.
Semua orang beralih memandangku dengan pandangan bingung. Bahkan Sasuke
yang semula konsentrasi dengan tembakannya menjadi melihatku. ‘Kekacauan apa
yang kau buat, Sakura!' Jeritku dalam hati. Aku hanya bisa merutuki diriku
sendiri.
Aku melihat Sasuke yang juga sedang melihat ke arahku. Dia tersenyum,
senyumannya terlihat tulus. Lalu dia beralih melihat ke arah ring, tujuan
awalnya. Dia kembali berkonsentrasi untuk menembakkan bola ke ring.
Ino melihat ke arahku, “Apa yang kau lakukan, Sakura?” bisiknya pelan.
“A…aku tidak tau. Itu keluar begitu saja tanpa aku sadari,” jawabku dengan
ragu.
Ino lalu beralih melihat ke lapangan, kembali berkonsentrasi melihat
tembakan yang akan dilakukan oleh Sasuke begitu pula denganku.
Semua penonton juga kembali beralih melihat ke lapangan basket. Dengan
tegangnya, para penonton termasuk aku menunggu aksi Sasuke.
Sasuke mulai mengambil ancang-ancang untuk melompat. Tangannya ke atas
dengan membawa bola. Lalu, badanya pun agak berjongkok dan akhirnya ia me-shot bola itu ke arah ring.
Semua mata tertuju pada bola yang sedang melayang tersebut. Menunggu,
apakah bola tersebut masuk atau malah meleset?
‘Kami-sama, tolong masukkanlah
bolanya,’ gumamku berulang kali mencoba berdoa kepada Kami-sama sambil memejamkan mataku dan menautkan kedua telapak tanganku
di depan dada.
“…”
Suasana hening. Tapi ini terlalu lama, tidak ada suara gesekan antara bola
dengan ring. Apa bolanya meleset jauh? Bahkan aku tidak mendengar para penonton
bersorak riang. Apa dia gagal?
Dengan penasaran, aku segera membuka kedua mataku. Mataku langsung menuju
ke papan skor. Tertulis skor 94 dan 90, yang awalnya sama-sama 90. Dan itu berarti,
Sasuke berhasil melakukannya.
“HOREEE!” teriakku bersamaan dengan para penonton yang lain. Ternyata
suasana hening tadi adalah reaksi yang para penonton yang sedang menganga tidak
percaya dan perasaan bahagia yang tiada tara, sehingga mereka tidak tau harus
berekspresi seperti apa.
Ino tertawa sambil melihatku, “Kau hebat, Sakura! Kau memberikan mantra
ajaib pada Sasuke!” teriak Ino dengan girang sambil mengguncang-ngguncangkan
badanku.
Aku hanya meringis kesakitan karena cengkraman Ino yang begitu kencang
pada kedua lenganku. “Ha…sakit, Ino. Lepaskan,” pintaku.
“Ah, maaf, Sakura. Aku tidak sengaja. Aku sangat gembira,” jawabnya lalu
melepaskan cengkramannya dari lenganku.
Aku pun beralih melihat ke lapangan basket. Lho? Mana Sasuke? kenapa orang
itu mendadak menghilang? Seperti hantu saja. Aku pun mengedarkan pandanganku ke
penjuru lapangan basket, tapi aku tidak juga menemukan si kepala ayam itu.
“Sedang mencari seseorang?” terdengar suara bariton dari arah samping
kananku. Aku pun menoleh ke arah kanan. Berdirilah seorang laki-laki yang
berkaos pink dengan memakai ikat
kepala yang juga sewarna dengan kaosnya.
“A…tidak,” sanggahku dengan gugup mencoba mengelak.
“Hn?” Sasuke melihatku dengan pandangan yang sangat mencurigakan.
“Apa?” tanyaku kesal.
“Tidak.” Sasuke menggelengkan kepalanya. “Terima kasih,” ucapnya kemudian.
Aku mengerutkan keningku. “Untuk?”
Sasuke melangkahkan kakinya mendekat ke arahku lalu ia membungkukkan sedikit
badanya. “Terima kasih atas mantra cintanya,” bisiknya tepat di depan
telingaku.
Aku hanya dapat membatu. Jantungku mendadak berdetak lebih cepat, sangat
cepat dan aku merasakan wajahku mulai memanas.
“Ma…mantra ci…cinta apanya?” tanyaku dengan gugup. Aku juga tidak
mengerti. Kenapa aku jadi gagap begini?
“Sasuke, selamat ya. Kau hebat!” puji Ino di sela-sela percakapanku dengan
Sasuke sambil mengacungkan jempolnya ke arah Sasuke.
“Makasih, Ino. Itu juga berkat Sakura,” sahut Sasuke sambil melirikku.
“Haha…iya juga ya,” balas Ino sambil tertawa.
Aku menatap Ino dengan sinis. “Kau ini bicara apa, Ino?!”
“Hehe...tidak,” jawab Ino sambil nyengir kuda.
“Hah, sudahlah. Aku pergi dulu,” pamitku hendak pergi dari tempat
tersebut. Tapi langkahku tertahan karena Sasuke menghalangi langkahku. Lalu aku
bergeser ke kanan, Sasuke ikut geser ke kanan. Kemudian aku bergeser ke kiri,
lagi-lagi Sasuke ikut bergeser ke kiri.
Aku mengeram menahan emosiku. “Cepat minggir!” perintahku.
“Kau tidak bisa pergi dari sini sebelum urusan kita selesai,” jawab
Sasuke.
“Memangnya di antara kita ada urusan apa?” tanyaku.
“Soal kau, aku dan pink,” jawab
Sasuke.
Aku memutar bola mataku bosan. “Aku sudah tidak mau berurusan dengan kau
dan pink,” tolakku.
“Tidak bisa, kita harus menyelesaikan semua ini,” ucap Sasuke.
“Hah, lalu, bagaimana kita menyelesaikannya?” tanyaku.
“Teman-teman!” seru Sasuke ke arah teman-teman satu tim basketnya seolah
memberi kode. Aku pun mengalihkan perhatianku ke arah teman-teman Sasuke yang
ada di lapangan basket.
Lalu turunlah sebuah sepanduk berwarna pink
dengan tulisan berwarna putih.
“AKU SANGAT-SANGAT MENCINTAIMU, SAKURA, LENGKAP DENGAN RAMBUT PINK-MU”
Tulisan itulah yang tertulis di sepanduk pink tersebut. Aku menoleh ke arah Sasuke untuk meminta penjelasan.
“Apa arti semua ini, Sasuke? apa kau mau mempermalukanku di depan umum lagi?”
tanyaku dengan sinis.
Sasuke meraih kedua tanganku. “Tidak, Sakura. Aku benar-benar mencintaimu.
Percayalah padaku. Karena kau, aku sadar kalau perbuatanku dulu memang salah.
Aku menyesalinya. Sebenarnya, waktu itu aku juga menyukaimu,” ucap Sasuke
lembut sambil menatap mataku.
“Maafkan aku. Karena aku, hidupmu jadi berantakan. Karena aku, kau jadi
membenci warna pink,” lanjut Sasuke.
Aku bingung harus berkata apa. Dia terlihat sangat serius. Dia juga
berhasil menghilangkan rasa benciku terhadap warna pink.
“Apa kau masih membenciku, Sakura? Tapi, aku sungguh-sungguh dengan
ucapanku tadi,” ucap Sasuke lagi karena aku belum memberi jawaban.
“Sasuke…sebenarnya, sejak dulu aku memang tidak pernah bisa membencimu,”
ucapku agak ragu sambil menundukkan kepalaku. Sebenarnya, ini sangat memalukan
bagiku. Lagi-lagi aku harus luluh dengan pesona Uchiha. Egoku kalah dengan
perasaanku.
“A…apa, Sakura?” tanya Sasuke tidak percaya. “Apa yang kau katakan itu
benar?” tanya lagi.
“Seberapa kerasnya aku membencimu, tetap saja aku tidak akan bisa
membencimu. Itu justru membuatku semakin memikirkanmu,” jawabku jujur. Jujur
saja, saat ini jantungku kembali berdetak dengan cepatnya. Aku benar-benar malu
mengakui semua ini.
“Berarti selama ini, kau masih menyukaiku?” tanya Sasuke.
“Aku tidak perlu mengulangi perkataanku lagi kan?” ucapku
dengan kesal.
Sasuke terlihat senang. Ia pun tersenyum lembut ke arahku.
Senyumannya memang sangat memesona.
“Ok, berarti kita sudah resmi pacaran kan,” ucap Sasuke
mengambil keputusan dengan sepihak.
“Ha, apa? Kapan aku bilang mau jadi pacarmu?” tanyaku.
“Tadi, katanya kau mencintaiku,” jawab Sasuke bingung.
“Ya, memang benar sih, tapi bukan berarti aku mau jadi
pacarmu kan,” balasku sambil tersenyum jail pada Sasuke.
“Wah, berarti aku harus lebih bekerja keras agar kau jadi
pacarku dong ya. Kalau begitu, aku besok mau cat seluruh kulitmu menjadi pink ah,” ucap Sasuke.
“Ha? Tidak!” teriakku sambil menyilangkan kedua tanganku.
“Wah, Sasuke, kalau kau benar mengecat kulitmu dengan warna pink, bisa-bisa semua penggemarmu jadi
kabur,” sahut Ino yang ikut nimbrung.
“Biarin, yang penting aku dapetin hatinya Sakura,” jawab
Sasuke sambil melirikku.
“Iih, ogah. Nggak cuma penggemar kamu saja yang kabur, tapi
aku juga,” ucapku.
“Lho, kenapa? Bukannya kamu sudah suka lagi dengan warna pink?” tanya Sasuke bingung.
“He Sasuke, menyukai itu bukan berarti menggilai. Aku juga
masih waras. Mana mau aku punya pacar yang berkulit pink, Ups!” aduh aku keceplosan.
“Ehem, jadi, kamu mau jadi pacarku dong,” goda Sasuke sambil
menyenggol lenganku.
“Ah…siapa bilang?” sanggahku.
“Udah, ngaku aja,” goda Sasuke lagi.
“Udah Sakura, ngaku aja kalau kamu udah terpikat dengan pesona
Uchiha,” goda Ino yang juga mnyenggol-nyenggol badanku. Tapi, karena tenaga Ino
yang besar itu, badanku menjadi kehilangan keseimbangan.
Bug
Aku condong ke depan dan jatuh ke pelukan Sasuke. Aku mencoba
menjauh dari Sasuke tapi tangannya justru melingkar di pinggangku dan menahanku
agar aku tidak menjauh darinya.
“Cie cie…” goda semua orang yang ada di dalam ruangan. Kami sekarang
menjadi pusat perhatian semua orang.
“Lepaskan aku,” pintaku dengan berbisik.
“Udah, kamu nikmati aja. Jarang-jarang kan dipeluk pangeran sekolah,”
ucapnya dengan PD.
“Pangeran dari hongkong,” celetukku. Aku mencoba melepaskan diri dari
pelukan Sasuke, tapi tangan kekarnya masih memelukku dengan erat.
“Aku mencintaimu, Sakura,” gumamnya pelan dengan penuh kasih sayang.
Aku mulai menikmati hangatnya pelukan Sasuke. Nyaman sekali berada dalam
pelukan orang yang kita sayangi. “Aku juga mencintaimu, Sasuke,” balasku.
Cup.
Tiba-tiba Sasuke mengecup keningku dengan lembut. Mendadak jantungku
berdetak cepat. Dan wajahku terasa memanas.
“Hem, detak jantungmu terdengar lho, Sakura,” goda Sasuke yang masih
memelukku. Seketika wajahku semakin memanas. Aku jadi salah tingkah sendiri.
Sial! Aku kalah dari ayam ini!
-----SELESAI-----
Catatan Author:
Walah walah, ceritanya ngawur banget. Sasuke jadi OOC banget
lagi.
Maaf ya kalau ceritanya jelek, abal, gaje, dan endingnya
tidak sesuai harapan. Maaf banget #nunduk-nunduk
Banyak kekurangan dalam cerita ini. Jadi, mohon saran dan
kritiknya ya J
MAKASIH
N
KEEP SMILE! J