efek

Kamis, 14 Juni 2012

Fanfic: Sopirku Cantik-Chapter 1


Chapter 1

Fanfic          : Sopirku Cantik
Author         : Naumi Megumi
Pairing         : SasuSaku
Rate             : T
Genre          : Romance/Humor
Disclaimmer : Naruto © Mashashi Kishimoto
                     Sopirku Cantik © Naumi Megumi
Warning       : OOc banget, Gaje, Alur kecepatan, Typo, miss typo, abal, Update tak tentu, dan hanya terima FLAME YANG MEMBANGUN!
                      Cerita ini hanya untuk hiburan semata. Jika ada kesamaan dalam cerita atau ide ceritanya itu hanya kebetulan saja. Dan saya mohon maaf, jika banyak terdapat kekurangan dan kesalahan dalam pembuatan cerita ini. Dan saya tidak ada maksud untuk menyinggung ataupun menyakiti siapapun.
Summary      : Sasuke kena damprat dari Ayahnya gara-gara mobilnya penyok padahal mobil itu baru dibelikan oleh ayahnya 2 hari yang lalu. Dan mobil itu penyok gara-gara ulah si cewek gila yang tiba-tiba muncul dari langit yang mendarat di atap mobil Sasuke dengan tampang yang tak berdosa. Sejak kejadian itu, Sasuke tidak dipercaya Ayahnya untuk membawa mobil mewah tanpa didampingi seorang sopir.
                      Ayah Sasuke mencarikan seorang sopir untuk Sasuke, tapi ternyata…jeng jeng jeng….
                      Pengen tau ceritannya? Ayo baca!

Ok. Aku kembali dengan fic-ku yang baru. #padahal fic yang lama belum dikelarin#. Hehe…maaf ya..mumpung ada ide baru ni. Soal judul, aku cuma asal saja. Hehe..bingung aku mau kasih judul apa. Nggak usah banyak cincong lagi, silahkan menikmati..

Don’t like don’t read
Jangan lupa RnR-nya
Happy Reading

Sopirku Cantik
Chapter 1

“Awas!!” teriak seorang gadis berambut sepunggung berwarna pink yang sedang mengayuh sepedanya yang juga berwarna pink dengan laju yang sangat kencang sehingga rambutnya berkibar dengan indahnya. Cantik, itu yang ada di pikiran orang-orang yang dilewatinya. Dan orang-orang yang berada di sekitar lokasi segera menyingkir sebelum nyawa mereka yang akan hilang.
Wuss!
Suara angin berhembus saat gadis pink itu melintas.
Dengan lincah gadis itu mengayuh sepedanya melewati kerumunan orang-orang dan melompati selokan-selokan yang ada di depannya. Dengan gesit gadis itu menelusuri jalanan yang berkelok-kelok hingga gang sempit saja ia nekat lewati tapi, ia berhasil melewatinya. Tanpa memperdulikan orang-orang berjas hitam yang terus memanggil-manggil namanya.
Yang jadi pertanyaan sekarang, kenapa gadis pink ini seperti sedang melarikan diri dari orang berjas hitam itu? Dan kenapa orang-orang berjas hitam itu mengejar gadis pink ini? Entahlah.
“Hosh…Hosh…Hosh..!” Gadis pink itu mulai ngos-ngosan.
Sekarang di depannya ada tembok tinggi sekitar 3 meter yang sekarang tinggal berjarak 10 meter lagi dari gadis itu sekarang. Ia berfikir keras bagaimana caranya ia bisa lolos dari orang berjas hitam yang sekarang mengejarnya.
“Sial! Aku harus cepat cari jalan keluar. Mereka semakin dekat lagi!” gerutu gadis pink itu sambil terus mengayuh sepedanya.
Sementara itu di tempat lain, seorang pemuda tampan sedang asik bersandar di badan mobil mewahnya menghadap tembok tinggi di pinggiran jalan sambil memencet-mencet tuts HP-nya. Entah sedang menunggu apa.
Kita kembali ke gadis pink yang sedang menghindar dari orang-orang ber jas hitam yang mengejarnya.
“Terpaksa aku harus lakukan ini.” Gumam gadis pink itu.
Gadis pink itu mulai mengambil ancang-ancang untuk menaiki tangga yang sedang nangkring di tempat sampah yang berada di sampingnya. Gadis itu mengayuh sepedanya dengan sekuat tenaga. Ia bantinng sepedanya lalu sepedanya melambung tinggi hingga melewati tembok tinggi tadi yang tingginya 3 meter. Ckckck…hebat tapi aneh. #Author saja juga heran#
“Glodak…Glodak…Wuss…………………”
Suara angin mendesir saat gadis pink itu melayang di angkasa.
Seorang cowok tampan yang sedang asik bersandar di badan mobil mewahnya bengong saat melihat ada sepeda berwarna pink lengkap dengan pengemudinya seorang gadis yang mempunyai warna rambut yang mencolok yaitu pink yang tiba-tiba melayang melewatinya dan…..
“Brak…!!”
Terdengar nyaring sekali saat gadis dan sepedanya mendarat dengan indahnya di atas mobil mewah pemuda tampan itu. Pemuda tampan itu syok, kaget, dan hanya bisa menganga melihat mobil malangnya dianiaya oleh gadis yang tak dikenalnya.
“Hah, untung aku bisa lolos dari mereka.” Ucap gadis pink itu lega saat kakinya berpijak di atas mobil mewah yang tidak berdosa dan sekarang atap mobil itu penyok dengan indahnya. Sungguh luar biasa. Dan untuk gadis pink itu, ini sudah bukan hal yang langka lagi baginya, karena ia sudah terbiasa. Terbiasa melakukan hal yang ekstrim bukan terbiasa membuat atap mobil penyok.
Sedangkan si pemuda tampan pemilik mobil itu melihat mobilnya dengan pandangan kosong syok dan marah. Jelas saja, secara….mobil mewah kesayangnya penyok seperti itu. Dan pelakunya sama sekali tidak terlihat bersalah.
“Grr….” Geram pemuda tampan itu menahan amarahnya yang akan meledak.
“Hei Kau!!” seru cowok itu pada gadis pink yang masih nangkring di atap mobilnya.
Gadis pink itu pun menoleh ke sumber suara. Mata mereka bertemu. Cowok itu malah terbawa arus mata emerald si gadis pink yang indah itu. Onyx bertemu dengan emerald.
Gadis pink itu mulai jengkel karena cowok itu memanggilnya tapi tak kunjung ngomong kepentingannya.
Dengan lincah gadis pink itu memantulkan sepedanya lalu meloncat turun dari atap mobil mewah si pemuda tampan. Dan saat itu juga pemuda tampan itu sadar dari lamunanya.
“He! Tunggu!” seru pemuda tampan itu terlambat karena gadis itu telah mengayuh sepedanya menjauh dari mobil mewahnya dan…..tanpa bilang ‘maaf’ pada pemilik mobil mewah nan malang itu.
“Sial!” itu cewek nggak ada sopan-sopannya sama sekali!” umpat cowok tampan itu dengan frustasi.
“Hah, mana mobil mewahku penyok kayak gitu lagi!” Lanjut pemuda tampan itu tambah frustasi sambil memandang mobil mewahnya dengan pandangan naas.

->Sopirku Cantik<-

“Sasuke, gimana bisa kamu seceroboh itu membuat mobil semahal itu penyok?!” seru seorang laki-laki dewasa dengan wajah frustasi yang sekarang sedang berdiri di depan anak semata wayangnya yaitu Uchiha Sasuke. Laki-laki dewasa itu adalah ayah Sasuke yaitu Uchiha Fugaku, pengusaha terkaya no 1 di dunia.
Sekarang sedang memarahi anak semata wayangnya yang sudah membuat mobil mewah yang baru dibelikannya 2 hari yang lalu menjadi penyok. Walau atapnya saja tetap saja, mobil itu baru ia belikan 2 hari yang lalu.
“Baru 2 hari saja sudah penyok atapnya seperti itu, apalagi 1 minggu. Sudah hancur berkeping-keping mobil itu.” Pikir Fugaku frustasi.
“Kan sudah aku bilang kalau mobil itu penyok gara-gara ada cewek gila dan sepedanya yang mendarat di atap mobilku, yah.” Ucap sasuke mencoba membela diri yang sekarang mendudukkan dirinya di sofa ruang kerja ayahnya.
“Mana ada cewek yang nekat seperti itu!” bantah Fugaku yang menurutnya alasan Sasuke tidak masuk akal.
“Jangan’kan ayah, aku saja juga tidak menyangka ada cewek senekat itu.” Sahut Sasuke.
“Baiklah. Ayah sudah cukup capek hari ini. Pokoknya mulai sekarang kamu tidak boleh pergi dengan mobil tanpa seorang sopir!” seru Fugaku memutuskan.
“Tapi….”
“Ayah akan mencarikan sopir untukmu!” potong Fugaku sebelum Sasuke sempat membantah keputusannya itu.
“Tapi, yah…” Sasuke mencoba menolak.
“Kalau kamu tidak menurut, kartu kreditmu akan Ayah blokir!” ancam Fugaku. Dan itu sukses membuat Sasuke tutup mulut tidak berani membantah ayahnya lagi.
“Hah, terserah kata ayah.” ucap Sasuke pasrah kemudian keluar dari ruang kerja Fugaku dengan wajah lesu.
“Sial!” umpat Sasuke setelah keluar dari ruang kerja Fugaku.
“Gara-gara cewek gila itu. Aku jadi sengsara. Kalau sampai aku bertemu dia lagi, akan kubalas dia!” gumam Sasuke dengan penuh amarah. Sasuke pun berlalu dari depan pintu ruang kerja Fugaku.
Di ruang kerja, Fugaku sedang menghubungi seseorang.
“Kabuto, cepat carikan sopir pribadi yang berkualitas bagus untuk Sasuke.” Titah Fugaku dengan berwibawa.
“klek.” Telepon ia letakkan kembali ketempatnya.

Sopir seperti apakah yang akan menjadi sopir pribadi Uchiha Sasuke? Tunggu chapter selanjutnya! Ok! (^_^)d
.
.
.
.
.
TBC
.
.
.
.
.
.
.
Catatan A/N:
Ok Fanfic-ku ini sudah aku edit, tapi nggak tau dah bener pa lum. Saya mohon maaf jika banyak kesalahan. Saya akan mencoba terus memperbaikinya. Dan terima kasih untuk para Author-Author yang baik hati yang menyempatkan diri untuk membaca Fanfic-ku yang jelek ini. Dan yang sudah Review makasih banget.

Fanfic~SasuSaku~PINK!


Fanfic : Pink
                                          Author : Naumi Megumi
Pairing : SasuSaku
Rate : T
Genre : Romance
Disclaimmer :
Naruto © Mashashi Kishimoto
Warning:
OOc banget, AU, Gaje, Alur kecepatan, Typo, miss typo,  abal,  oneshot, ide pasaran, minimnya diskrip dan silahkan FLAME jika memang fic-ku ini benar-benar memuakkan! ^_^
Summary      : sesuatu yang kita benci bukan berarti tidak membawa keberuntungan bagi kita, bukan? Seperti halnya dengan Sakura yang sangat membenci dengan warna pink karena alasan tertentu.
Dan akhirnya, Sakura kembali menyukai warna pink karena alasan tertentu pula.
Tertentu itu apa ya?

Ayo baca! Terima kasih J
Mari bersama sama kita teriak ‘Uye!’
Uye!! \(o.o)/
                                                                                               
TERIMA KASIH SEMUANYA!! UYE!! \(O.O)/


DON’T LIKE DON’T READ
Jangan Lupa RnR-Nya
Selamat membaca! ^_^

Pink

Hari ini seperti biasa, aku menyisir rambut pink-ku yang warnanya sangat mencolok. Aku benci ini. Namaku Haruno Sakura, umur 16 tahun. Seperti yang aku bilang tadi, rambutku berwarna pink dengan panjang sepunggung. Sebenarnya aku tidak suka rambutku yang mencolok ini, panjang seperti ini, ini karena perintah Kaa-sanku.
“Sakura, rambutmu itu bagus sekali. Jangan kamu potong ya?! Awas kalau sampai kau memotongnnya. Kaa-san tidak akan memberikan uang jajan untukmu!”
Itulah yang Kaa-san ucapkan setiap aku mengeluh tentang rambutku. Aku lebih takut dengan ancaman Kaa-san dibandingkan dengan warna rambut ini. Tapi, rasa benciku masih membara pada rambutku ini. Pink? Haduh.
Setelah aku menyisir rambutku yang unik bin ajaib ini, aku segera turun ke ruang makan. Kaa-san sudah menungguku di meja makan. Aku juga harus sarapan setiap hari. Itu perintah Kaa-san padaku. Pernah suatu hari, aku bangun kesiangan dan karena mepet sekali, aku kabur tidak sarapan. Tapi, saat aku kabur, ada benda tumpul yang membentur kepalaku dengan keras. Coba bayangkan itu, Kaa-san melemparkan sebuah piring plastik ke kepalaku. Apa ini tidak termasuk kekerasan dalam rumah tangga? Entahlah. Dan saat itulah, aku menjadi trauma. Setiap pagi aku selalu sarapan walaupun sedikit.
“Ohayo, Kaa-san?” sapaku begitu sampai di ruang makan.
“Ohayo, Saku-chan,” sahut Kaa-san dengan senyum yang ceria. Kaa-san memang seperti itu, terlihat begitu ceria setiap hari.
Kaa-san mengambilkan minuman susu untukku dan menaruhnya di samping kananku.
“Arigatou, Kaa-san,” ucapku lembut sambil tersenyum ke arah Kaa-san.
“Doita, Saku-chan.” Kaa-san lalu duduk di sampingku.
“Selamat makan!” ucap Kaa-san dengan semangat. Aku hanya tersenyum melihat Kaa-san yang begitu semangat. Hanya saja, aku merasa bingung dengan Kaa-san. Tidak sedikitpun terlihat bahwa Kaa-san sedih.
Kami berdua menikmati sarapan. Ya, hanya berdua. Aku dan Kaa-san. Tou-san sudah meninggal sejak aku duduk di kelas 4 SD. Tou-san meninggal karena sakit jantung. Hah, begitu bahagiannya kami saat itu, saat kami bertiga tertawa bersama, bercanda berama. Aku merindukan masa-masa itu.
“Sakura, kenapa kau tidak memakan makananmu?” tanya Kaa-san sambil memandangku. Itu membuatku sedikit kaget. Mungkin Kaa-san heran melihatku yang tak kunjung memakan makanan di depanku tapi malah melamun.
“Ah, tidak, Kaa-san. Aku sedang memikirkan sesuatu,” jawabku sambil tersenyum.
“Memikirkan apa?” tanya Kaa-san sambil menaikkan sebelah alisnya penasaran.
“PR-ku. Aku sedang mengingat, apakah aku sudah mengerjakannya atau belum. Ternyata sudah,” jawabku berbohong.
“Oh.” Kaa-san hanya ber-oh ria sebagai tanggapannya.
Kami pun kembali menikmati sarapan dengan tenang.
àPinkß
Aku berjalan menuju kelasku yaitu 1-2. Konoha High School, itulah nama sekolah tempatku menuntut ilmu.
Aku berjalan menyusuri korikor sekolah sambil mendengarkan mp3 dari    I-Pod-ku. Kedua telingaku kujejali headset. Aku terlalu malas untuk mendengarkan gosip-gosip para siswa dan siswi ini. Yang mereka bicarakan selalu sama, tentang orang yang sama dan tentang hal yang sama. Mereka bilang Sasuke tampan, cool, bla bla bla. Masih banyak lagi. Sasuke, Uchiha Sasuke adalah murid cowok yang digandrungi para siswa cewek di sini, bahkan para siswa cowok saja juga ada yang ngefans dengannya.
Aku akui, Sasuke memang tampan dan cool. Hanya saja, aku terlalu sibuk untuk memikirkan itu. Ini dunia nyata. Jadi, untuk apa aku memikirkan hal yang kurang penting. Dan aku akui lagi, aku memang menyukainya. Ya, hanya sekedar ngefans. Dan ingat, aku tidak segila mereka.
Sebagai cewek yang normal, siapa sih yang tidak terpikat dengan Sasuke sang pangeran sekolah. Bahkan aku juga terpikat olehnya. Tapi, sekali lagi aku tegaskan. Ini adalah dunia nyata. Aku menyadari diriku yang biasa-biasa saja dan dengan warna rambut yang mencolok. Kurasa Sasuke tidak akan pernah melirikku. Aku juga tidak terlalu berharap untuk itu.
“Kyaa! Sakura, akhirnya kau datang juga!” teriak Ino begitu aku memasuki kelas. Ino adalah teman satu kelasku sekaligus teman satu bangkuku. Dia cantik, manis, tapi sayang, dia ratu gosip. Dan sekarang dia pasti mau meminjam PR Matematika-ku.
“Sakura, aku lupa kalau ada PR Matematika. Bolehkah aku meminjam PR-mu?” tanya Ino dengan wajah yang dibuatnya semanis mungkin.
“Kalau pun aku menolaknya, kau pasti akan terus merayuku sampai kau mendapatkannya kan?” dugaku. Memang seperti itulah yang Ino lakukan hampir setiap hari.
Ino hanya nyengir kuda ke arahku. “Jadi, kau mau kan?” tanyanya lagi, tapi itu lebih mirip dengan pernyataan bukan pertanyaan.
“Ya.” Aku membuka tasku dan mengambilkan sebuah buku yang depan sampulnya tertulis nama, alamat, no absenku dan tetulis juga mata pelajaran Matematika. Aku menyerahkannya pada Ino. “Nanti istirahat sekolah, traktir aku,” ajuku.
Ino tersenyum. “Tentu.” Dia pun segera mengambil buku-ku dan segera menyalinnya ke buku Matematika-nya.
àPinkß
“Hey Sakura, apa kau tau kalau Sasuke kemarin sudah putus dengan si merah?” tanya Ino sambil meminum minumannya.
Kami sekarang ada di kantin. Seperti janji Ino tadi. Dia menraktirku. Menaktrikku segelas es teh. Apa ini tidak terlalu berlebihan. Maksudku, kata ‘traktir’ dengan kata ‘es teh’. Kata ‘traktir’ terlalu besar maknanya untuk kata ‘es teh'. Pelit sekali Ino padaku.
“…” aku diam saja, tidak menanggapi perkataan Ino. Aku masih kesal dengannya karena es teh ini.
Ino menatapku heran. “Hey, kau kenapa?” tanyanya dengan wajah tanpa dosa. Apa dia tidak mengerti dengan apa yang telah diperbuatnya padaku? Janji hanya janji. ‘traktir’... ‘teh', itu jauh sekali.
Aku tetap diam. Ino melihatku saat aku meminum es teh-ku dengan tampang yang tidak bersemangat.
“Kau tidak suka aku traktir es teh?” tanya Ino.
Aku menghela napas. “Ino, apa kata ‘traktir’ pas dengan kata ‘es teh'?” tanyaku sambil melihat ke arah Ino dengan sinis.
Ino hanya nyengir kuda. “Maaf Sakura, ini kan akhir pekan. Jadi,-“
“Stop! Aku tau apa yang akan kau katakan,” potongku. Aku tau Ino pasti beralasan tentang akhir pekan yang uang jajannya juga semakin menipis, dan ia harus hemat untuk jalan dengan pacarnya yaitu Sai. Aku tau itu, hampir setiap hari Ino mengatakan ini. Aku kira hari ini dia akan benar-benar mentraktirku, tapi, ternyata memang sama saja. Ino belum taubat.
Lagi-lagi Ino hanya nyengir kuda. “Eh Sakura, kau tau tidak tentang Sasuke yang sudah putus dengan si merah?” tanyanya lagi. Ino mencoba mengalihkan kemarahanku.
“Tidak, memang kenapa? Apa itu penting?” tanyaku malas.
“Apa benar? Apa Sasuke tidak penting bagimu? Lalu, kenapa kau pernah bilang kalau…Hmp…” aku segera membungkam mulut ember Ino dengan tanganku. Dasar ratu gosip! Tidak bisa menjaga rahasia sedetik saja.
“Dengar ya Ino. Kalau kau sampai ungkit masalah itu di depan umum, kau tidak akan aku pinjami PR-ku lagi!” ancamku dengan berbisik pada Ino. Seketika Ino pun menjadi pucat. Aku tau kelemahan cewek penyuka warna ungu ini. Ino mengangguk dengan cepat. Aku lalu melepaskan tanganku dari mulutnya.
“He, bukankah Sasuke itu teman SMP-mu?” tanya Ino dengan berbisik.
“Sepertinya. Karena aku yakin, dia tidak akan mengakuiku sebagai temannya,” jawabku cuek sambil meminum es teh-ku lagi.
Ino hanya mengangguk. “Eh Sakura, masa’ hanya karena Sasuke menolakmu karena rambut pink-mu itu, kau jadi benci warna pink,” ucapnya dengan agak serius. Aku terdiam sejenak. Memikirkan kata-kata Ino barusan.
Aku memang teman SMP Sasuke. Seperti yang lainnya, aku mengidolakan Sasuke. Bahkan aku pernah mencintainya. Waktu itu aku nekat menembaknya pulang sekolah. Betapa bodohnya diriku. Sampai sekarang aku masih menyesali perbuatanku itu. Sasuke menolakku dengan terang-terangan.
“Kau ingin menjadi pacarku, Pink? Cobalah untuk ngaca. Oh, pasti kaca rumahmu sudah pecah karena menampakkan warna rambut pink-mu yang begitu mencolok itu. Aku sangat membenci warna pink, termasuk juga denganmu, dasar gadis pink jelek!”
Itulah yang diucapkan Sasuke saat sebelum pergi meninggalkanku sendiri. Sejak itulah aku membenci warna pink. Warna pink telah membuatku sial, terutama rambutku ini. Aku sangat membenci pink!
“Itu berarti Sasuke menang. Dan kau kalah, Sakura,” ucap Ino lagi.
Aku mengerutkan keningku bingung. “Maksudmu?”
“Kau jadi membenci pink karena Sasuke bilang dia tidak menyukai pink. Dan berarti kau mendukungnya,” ucap Ino.
Aku berfikir sejenak. Apa yang dikatakan oleh Ino ada benarnya juga. Tapi, pink sudah menghancurkan harapanku. Aku juga membenci Sasuke. Walaupun aku tau, aku tidak bisa benar-benar membencinya. Hanya saja, pink dan Sasuke, itu adalah kenangan yang paling buruk dalam hidupku.
“Ya, aku tau itu, Ino. Tapi, warna pink sudah membuat harapanku hancur,” jawabku dengan wajah yang memelas.
“Harapan untuk jadi pacar Sasuke? Itu berarti kau memang mengharapkannya, Sakura,” balas Ino.
“Aku sudah terlanjur benci dengan pink. Jadi, jangan membahas hal yang tidak penting ini lagi,” ucapku mencoba untuk mengakhiri topik pembicaraan yang tidak enak ini.
Ino memutar bola matanya malas. “Ya. Apa maumu, Sakura.” Ia lalu kembali meminum jus blueberry-nya.
“Ino-chan!” seru seseorang. Seketika aku dan Ino menoleh ke arah sumber suara. Terlihatlah seorang laki-laki yang berkulit putih, model rambut yang klimis, dan mempunyai mata onyx yang sama dengan Sasuke. Dia adalah Sai, pacar Ino. Di sampingnya berdiri seorang laki-laki yang aku singgung tadi, Sasuke.
Mereka berdua berjalan ke arah meja kami dengan diiringi teriakan-teriakan histeris para cewek-cewek yang menggandrungi dua laki-laki ini. Dengan gaya sok cool-nya, Sasuke berjalan dengan tangan yang dimasukkan ke saku celananya. Rasanya aku ingin muntah dengan gayanya yang sok itu. Dengan wajahnya yang datar itu, dia menutupi semua kejelekkannya, hanya aku yang mengetahui kejelekanya itu. Kasar, sombong, sok dan masih banyak lagi.
Aku mengalihkan pandanganku dari orang itu ke ‘es teh’ ku. Sai duduk di samping Ino, sedangkan Sasuke duduk di sampingku.
“Hey Sai-Kun,” balas Ino.
“Kau sedang minum apa, Ino-chan?” tanya Sai dengan mesra.
“Aku sedang minum jus blueberry, Sai-Kun,” jawab Ino yang tidak kalah mesranya. Aku yang melihat kemesraan mereka hanya diam. Rasanya aku ingin pergi dari sini dengan segera.
“Kau sedang minum apa, Pink?” muncul suara dari sampingku, Sasuke.
“Kau masih punya mata kan?” suhutku jutek.
“Kenapa kau tidak minum jus stroberi saja,” saran Sasuke lagi mengacuhkan kata-kataku barusan.
“Apa urusanmu?” sahutku tidak kalah jutek dari yang tadi.
“Kau kan mempunyai rambut pink yang mencolok. Jadi, minumanmu juga harus sesuai dengan warna rambutmu itu,” ucap Sasuke dengan santai. Aku memandang Sasuke dengan pandangan jatam. Dia selalu mengejek rambutku ini.
Lalu aku mengalihkan pandangku pada Ino yang berada di hadapanku. “Ino, aku duluan ya,” pamitku lalu berdiri dari dudukku.
“Kau mau kemana?” tanya Ino mendongakkan kepalanya untuk melihatku.
“Aku mau mencerahkan pikiranku,” jawabku.
“Baiklah,” jawab Ino.
“Mari semua.” Aku pamitan pada mereka hanya sekedar menjaga sopan santunku.
Aku melangkahkan kakiku menjauh dari mereka semua.
àPinkß
Aku duduk di bangkuku. Kelas masih sepi karena masih kurang 8 menit untuk mendengar bel masuk. Aku membenamkan kepalaku di atas meja dengan beralaskan tangan yang kulipat di atas meja. Aku lelah dengan semua ini. Kenapa  di SMA ini aku harus bertemu dengannya? Hah, aku merasa kepalaku agak sedikit nyut-nyutan. Aku pun memejamkan mataku untuk menghilangkan rasa pusingku sedikit.
Tap tap tap
Aku mendengar suara langkah kaki yang terdengar semakin mendekat. Dan sepertinya orang itu duduk di sampingku. Aku menegakkan kepalaku untuk melihat orang tersebut.
“Bukankah kelas 1-1 ada di sebelah?” tanyaku sambil memandang heran ke arah orang tersebut. Orang tersebut adalah Sasuke.
“Aku hanya datang berkunjung,” jawabnya.
“Siapa yang kau kunjungi? Di sini tidak ada siapa-siapa,” sahutku lalu menopang daguku dengan tangan.
“Tentu saja kau, Pink,” jawabnya.
Panggilan itu lagi. Aku memandang Sasuke dengan tajam. “Jangan memanggilku ‘PINK’!” geramku dengan menekankan kata ‘pink’.
“Memangnya kenapa?” tanya Sasuke dengan wajah yang terlihat menyebalkan.
“Aku benci pink! Kau ingat itu! jadi, jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi!” ucapku dengan sedikit menaikkan nada bicaraku.
“Menurutku, warna pink itu tidak begitu buruk. Itu malah menjadikan ciri khasmu,” ucap Sasuke dengan wajah tenangnya.
Terlihat sedikit dia tersenyum. Apa aku tidak salah lihat? Dia tersenyum padaku? Sadarlah, Sakura! Dia hanya seorang playboy yang sedang melancarkan rayuan gombalnya. Ingat! Dia pernah berkata padamu tentang betapa bencinya ia pada rambut pink-mu, Sakura!
“Kau sangat pintar sekali bersandiwara, Sasuke,” ucapku dengan senyum kecut. “Kata-katamu itu sangat manis sekali. Kau pintar sekali merayu gadis. Tapi sayang, aku tidak seperti mereka yang akan berteriak girang atau termakan oleh rayuanmu itu,” lanjutku.
Sasuke terlihat bingung dengan kata-kataku atau memang itu sebagian dari sandiwaranya? Entahlah. Aku tidak mau terjebak lagi dengan wajah polosnya itu.
“Dulu, kau bilang padaku kalau kau membenci rambut pink-ku dan kau juga membenciku,” ucapku melihat ke arahnya.
“Ketahuilah, Sakura,” ucapnya dengan lembut bahkan dia mulai memanggilku dengan namaku, bukan ‘pink’ lagi. “Saat itu, aku bilang seperti itu karena, saat itu aku malu dengan warna rambutmu yang pink itu,” sambungnya.
Bagus sekali. Dia mengakuinya kalau dia malu mempunyai pacar yang rambutnya begitu mencolok. Hatiku rasanya perih saat mendengar kata-kata itu.
“Kau mengakuinya juga. Dan kenapa sekarang kau bilang kalau pink itu tidak buruk?” tanyaku.
“Saat itu, teman-temanku selalu mengejekku karena dekat denganmu yang mempunyai rambut…pink,” ucapnya ragu.
Orang ini tidak habisnya mengaitkanku dengan warna pink. Sekarang, aku benar-benar benci dengan warna pink! Apapun itu!
“Terima kasih atas pengakuanmu, Sasuke. Itu sangat membantuku untuk semakin membenci warna pink,” sahutku. Aku pun berdiri, hendak pergi darinya. Aku tidak mau mendengar pengakuannya yang akan semakin membuat hatiku hancur.
Langkahku terhenti saat sebuah tangan kekar menahan tanganku. Aku menoleh ke arah pemilik tangan tersebut.
“Tunggu, Sakura,” ucap Sasuke yang masih menahan tanganku.
“Maumu sebenarnya apa, ha?” tanyaku dengan sinis. “Apa kau tidak puas mempermalukanku saat itu? sekarang kau mau apa lagi?” lanjutku dengan nada sinis. Aku mencoba menahan emosiku. Sebenarnya apa mau orang ini?
“Maaf soal waktu itu. Aku tidak bermaksud menyakitimu~”
Aku terkekeh pelan memotong perkataannya. “Kau bilang kau tidak bermaksud menyakitiku? Itu konyol.”
“Percayalah padaku. Aku saat itu memang malu, tapi sekarang aku baru menyadari bahwa ‘pink’ tidaklah penting dibandingkan denganmu, Sakura,” ucap Sasuke. cengkraman tangannya mulai mengendur dan terlepas dari tanganku. Apakah yang dikatakannya itu benar? Apa sekarang ia benar-benar sudah berubah? Tidak mempermasalahkan warna rambutku yang mencolok ini?
“Aku mencintaimu, Sakura. Aku tidak akan mempermasalahkan warna rambutmu itu. Bagiku, warna rambutmu adalah warna yang paling indah,” ucap Sasuke dengan lembut. Apa semua yang ia katakan itu benar?
Mendadak jantungku berdegup lebih cepat. Ada apa ini? Kenapa perasaan itu datang lagi? Apakah rasa cintaku masih sebesar waktu itu?
“Sakura, aku mencintaimu. Sangat mencintaimu,” ulangnya.
Aku tidak tau harus berkata apa. Aku masih diam, mencoba memikirkan semua yang Sasuke katakan. Aku masih ragu dengannya, tapi tidak bisa kupingkiri juga bahwa aku masih mencintainya seperti dulu.
PLAK!
Triiiing!
Aku mendaratkan telapak tanganku ke pipi mulus Sasuke dengan kerasnya. Aku menamparnya. Bersamaan itu, bel masuk pun berdering.
“Aku bukan cewek bodoh yang bisa kau bodohi, Sasuke,” desisku pelan.
Aku tidak ingin mengulang kesalahanku untuk yang kedua kalinya. Aku tidak mau dibutakan oleh cinta. Cinta hanyalah sementara dan aku tidak mau diperbudak oleh cinta. Memang benar aku masih menyukai Sasuke, tapi aku juga tidak mau harga diriku diinjak-injak olehnya. Aku tidak mau bernasib sama dengan mantan-mantan kekasihnya yang ia campakkan setelah ia merasa bosan dengan mereka. Aku tidak mau seperti itu.
Sasuke hanya terdiam, ekspresinya datar. Aku bahkan semakin kesal melihatnya karena tidak merasa kesakitan. Matanya menatap mataku dengan tajam. Sebenarnya apa yang sedang Sasuke pikirkan saat ini? Dia membuatku penasaran.
“…” tanpa mengucapkan sepatah katapun, Sasuke berbalik membelakangiku lalu pergi begitu saja. Orang ini sangat menyebalkan! Bahkan dia tidak mencoba untuk membujukku. Ya ampun, Sakura! Jangan berharap lebih pada Uchiha ini! Jeritku dalam hati.
Aku hanya dapat menatap punggung Sasuke dengan pandangan sendu. Ingin rasanya aku mengejar dan memeluknya, tapi ego-ku lebih besar dibandingkan dengan perasaanku. Sebenarnya apa mau Sasuke sebenarnya? Dia menyatakan cinta seolah sungguh-sungguh, tapi sekarang dia malah pergi begitu saja tanpa mengatakan apa-apa. Sikapnya ini sangat membingungkan.
àPinkß
Seperti hari biasa, aku harus berangkat ke sekolah walaupun aku berasa enggan untuk ke sekolah mengingat kejadian kemarin. Aku masih kesal dengan Sasuke. Aku tidak mau  bertemu dengannya.
Aku mulai mengayuh sepeda hijauku menuju ke sekolah.
“Sakura!” tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namaku. Terdengar pelan sehingga aku harus memastikan siapa orang tersebut. Aku pun menoleh ke belakang.
“Sasuke?” ternyata orang itu adalah Sasuke. Sasuke mengayuh sepeda, tapi bukan itu yang mebuatku bingung, melainkan warna sepeda yang ia gunakan yaitu PINK. Itu sangat jauh dari image Sasuke. Apa yang sedang ia pikirkan sehingga salah warna seperti itu?
Sasuke mengayuh sepedanya cepat hingga bisa menjajariku.
“Pagi yang cerah ya, Sakura,” ucapnya begitu di sampingku.
Aku melihat ke atas sejenak untuk membuktikan ucapan Sasuke. “Apa kepintaranmu sudah turun, heh? Mendung begini kau bilang cerah?” balasku dengan sinis. Orang bodoh pun tahu kalau hari ini sedikit mendung hanya dengan melihat langit saja.
Sasuke hanya nyengir kuda. “Tapi bagiku, ini adalah hari yang cerah karena aku bisa melihatmu pagi ini,” ucapnya menggombal. Sejak kapan dia suka menggombal? Ini pasti salah satu triknya untuk  membodohiku.
“Kau terlihat bodoh dengan sepeda itu,” komentarku lalu aku pun mengayuh sepedaku lebih cepat mendahului Sasuke.
“Hey, tunggu aku, Sakura!” teriaknya dari belakang.
Hari ini Sasuke terlihat aneh.
àPinkß
Saat istirahat sekolah, aku dan Ino pergi ke kantin. Saat kami sedang asik mengobrol, tiba-tiba Sasuke dan Sai datang. Ada yang berbeda dari penampilan Sasuke hari ini. Dia menggunakan sepatu berwarna pink. Tadi, sepertinya aku tidak melihatnya.
Sasuke duduk di sampingku dan Sai duduk di samping Ino.
“Wow! kenapa dengan sepatumu, Sasuke? apa ketumpahan cat pink?” tanya Ino yang terkejut dengan warna sepatu Sasuke.
“Tidak, aku hanya ingin merubah penampilanku saja,” jawab Sasuke dengan senyum.
“Ha?” seru Ino dengan cengo. “A…apa kau tidak malu dengan ini?” bisik Ino pada Sasuke.
“Tidak. Mengapa harus malu? Sakura saja yang mempunyai rambut warna pink, tidak malu,” balas Sasuke.
Aku menoleh ke arah Sasuke. Apa sih mau Sasuke sebenarnya? Menyinggung masalah warna rambutku segala.
“Apa maksudmu?” tanyaku dengan sinis.
“Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya sedang memujimu,” jawab Sasuke dengan santai.
“Memuji apanya?! Kau itu sedang mengejekku!” seruku kesal pada Sasuke.
“Sungguh, aku tidak mengejekmu. Kau malah terlihat cantik dengan rambut pink-mu itu,” balas Sasuke.
Aku berdiri, “Sudah kubilang, jangan sangkut pautkan aku dengan warna pink! Aku benci itu! dan aku juga benci kau!” seruku keras. Semua penghuni kantin pun beralih melihat ke arahku.
Sasuke juga ikut berdiri. “Kalau begitu, aku akan membuatmu kembali seperti dulu. Aku akan membuatmu menyukai kembali warna pink dan kembali menyukaiku, seperti dulu,” ucap Sasuke dengan PD-nya.
Apa? Sasuke mau membuatku kembali menyukai warna pink dan akan membuatku menyukainya lagi? Itu tidak akan bisa, karena aku sudah terlanjur benci. Tidak mudah menyukai kembali sesuatu yang sudah kita benci.
“Jangan berharap! Aku tidak akan pernah menyukai warna pink! Apalagi menyukaimu! Itu mustahil!” sanggahku.
“Aku akan membuktikannya padamu bahwa omonganku sungguh-sungguh dan aku akan membuatmu kembali seperti dulu,” balas Sasuke dengan santai.
Memangnya dia itu siapa? Berani-beraninya mau mengubahku kembali seperti dulu. Aku tidak mau, aku yang dulu sangat bodoh sehingga bisa menyukaimu, Sasuke! dan sekarang, aku tidak akan lagi terjebak dengan pesonamu yang palsu itu!
àPinkß
Hari ke hari tingkah Sasuke semakin aneh. Dari Sasuke yang menggunakan sepeda warna pink, memakai jaket pink, topi pink, tas pink. Pokoknya segala yang dipakainya semua berbau pink. Bayangkan itu? apa anak itu sudah tidak waras?
Hingga suatu hari, Sasuke mengecat rambutnya yang biru dongker itu menjadi pink yang mencolok. Sungguh jauh dari kesan cool-nya. Dan kesalahan terbesar yang kuperbuat adalah saat melihat rambutnya pertama kali, secara tidak sadar aku tertawa karena warna yang mencolok itu tidak cocok dengan wajahnya yang terkesan dingin. Malah terlihat lucu. Bodohnya aku! Dan saat Sasuke melihatku menertawakannya, dia malah tersenyum menyeringai.
Tapi entah kenapa, semakin aku melihat Sasuke yang sering memakai warna pink, rasa benciku terhadap pink semakin memudar. Semuanya seolah sudah menjadi biasa. Aku sudah tidak mengumpat tentang warna pink dan tidak lagi mengeluh dengan rambutku yang berwarna pink.
Hari ini adalah hari pertandingan basket sekolah kami dengan sekolah sebelah. Jadi, kegiatan belajar mengajar ditiadakan. Dan kebetulan pertandingan ini dilaksanakan di lapangan basket sekolah kami.
“SASUKE-KUN! SASUKE-KUN!” sorak semua cewek yang berada di bangku penonton untuk memberi semangat pada Sasuke. Di sekolah kami, Sasuke memang jago dalam basket. Bahkan dia juga menjadi kapten basket di sekolah kami.
Dan aku di sini bukan untuk menyemangati Sasuke tapi, karena aku dipaksa Ino untuk ikut menonton. Di sampingku ada Ino yang sedang asik meneriaki nama kekasihnya, Sai.
“SAI-KUN, SEMANGAT!” bahkan teriakan Ino bisa merusak gendang telingaku jika aku tidak menyumpal telingaku dengan headset.
Bahkan mereka saja belum keluar, tapi mereka sudah bersorak-sorak keras sekali.
Dari sudut kanan, aku melihat gerombolan cowok dari tim sekolahku.
“KYAAA! SASUKE-KUN!” teriak semua cewek bersamaan saat mereka keluar. Aku menyipitkan mataku untuk mempertajam penglihatanku dan memastikan apa yang kulihat adalah hal yang salah. Aku melihat Sasuke memakai kaos dan ikat kepala berwarna pink. Ya ampun! Apa dia benar-benar sudah gila?
“KYAAA! SASUKE-KUN KEREN!” sorak para penonton cewek. Bahkan cewek sekolah sebelahpun beralih menyoraki Sasuke.
Sasuke menoleh ke bangku penonton, sejenak kami bertemu pandang. Ia tersenyum padaku, aku langsung mengalihkan pandangku darinya. Huh, kenapa jantungku menjadi berdetak lebih cepat seperti ini? Sialan Sasuke!
Dari sudut kiri pun keluarlah  tim dari sekolah sebelah.
Priiiittt!
Peluit tanda dimulainya pertandingan pun ditiup. Semua bermain dengan serius. Ino semakin semangat meneriaki nama kekasihnya. Begitu juga dengan para menonton yang begitu semangat meneriaki jagoan mereka.
Setelah beberapa lama permain berlangsung, kedudukan imbang. Skor sekolah kami dengan sekolah sebelah sama.
Menit-menit terakhir pun berjalan. Para penonton mulai tegang menyaksikan pertandingan ini termasuk juga denganku. Aku berharap tim sekolah kami yang keluar sebagai pemenang.
Detik-detik terakhir Sasuke memegang bola, ia me-dribble bolanya ke ring lawan mencoba me-shot-nya dengan tembakan 2 poin, tapi di tengah jalan, bola tersebut dapat direbut oleh orang yang berambut merah darah dan memutar balik arahnya.
Waktu pun semakin sempit. Sasuke mencoba mengejar orang tersebut untuk merebut bola. Dan akhirnya, bola dapat direbut oleh Sasuke, tapi waktu semakin sempit, sehingga Sasuke tidak mempunyai banyak waktu untuk me-dribble bolanya kembali.
Semua penonton mendadak menjadi hening. Aku pun semakin was-was dengan kondisi ini.
Sasuke memilih me-shot bolanya dari tempatnya berdiri sekarang. Dan jarak itu terlalu jauh. Ia mulai mengambil ancang-ancang untuk me-shot bolanya ke dalam ring. Suasana menjadi hening. Aku sangat tegang dengan keadaan ini.
“AYO SASUKE!” teriak se~ ah tidak, itu keluar dari bibirku. Seketika aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. Ini tanpa aku sadari.
Semua orang beralih memandangku dengan pandangan bingung. Bahkan Sasuke yang semula konsentrasi dengan tembakannya menjadi melihatku. ‘Kekacauan apa yang kau buat, Sakura!' Jeritku dalam hati. Aku hanya bisa merutuki diriku sendiri.
Aku melihat Sasuke yang juga sedang melihat ke arahku. Dia tersenyum, senyumannya terlihat tulus. Lalu dia beralih melihat ke arah ring, tujuan awalnya. Dia kembali berkonsentrasi untuk menembakkan bola ke ring.
Ino melihat ke arahku, “Apa yang kau lakukan, Sakura?” bisiknya pelan.
“A…aku tidak tau. Itu keluar begitu saja tanpa aku sadari,” jawabku dengan ragu.
Ino lalu beralih melihat ke lapangan, kembali berkonsentrasi melihat tembakan yang akan dilakukan oleh Sasuke begitu pula denganku.
Semua penonton juga kembali beralih melihat ke lapangan basket. Dengan tegangnya, para penonton termasuk aku menunggu aksi Sasuke.
Sasuke mulai mengambil ancang-ancang untuk melompat. Tangannya ke atas dengan membawa bola. Lalu, badanya pun agak berjongkok dan akhirnya ia me-shot bola itu ke arah ring.
Semua mata tertuju pada bola yang sedang melayang tersebut. Menunggu, apakah bola tersebut masuk atau malah meleset?
‘Kami-sama, tolong masukkanlah bolanya,’ gumamku berulang kali mencoba berdoa kepada Kami-sama sambil memejamkan mataku dan menautkan kedua telapak tanganku di depan dada.
“…”
Suasana hening. Tapi ini terlalu lama, tidak ada suara gesekan antara bola dengan ring. Apa bolanya meleset jauh? Bahkan aku tidak mendengar para penonton bersorak riang. Apa dia gagal?
Dengan penasaran, aku segera membuka kedua mataku. Mataku langsung menuju ke papan skor. Tertulis skor 94 dan 90, yang awalnya sama-sama 90. Dan itu berarti, Sasuke berhasil melakukannya.
“HOREEE!” teriakku bersamaan dengan para penonton yang lain. Ternyata suasana hening tadi adalah reaksi yang para penonton yang sedang menganga tidak percaya dan perasaan bahagia yang tiada tara, sehingga mereka tidak tau harus berekspresi seperti apa.
Ino tertawa sambil melihatku, “Kau hebat, Sakura! Kau memberikan mantra ajaib pada Sasuke!” teriak Ino dengan girang sambil mengguncang-ngguncangkan badanku.
Aku hanya meringis kesakitan karena cengkraman Ino yang begitu kencang pada kedua lenganku. “Ha…sakit, Ino. Lepaskan,” pintaku.
“Ah, maaf, Sakura. Aku tidak sengaja. Aku sangat gembira,” jawabnya lalu melepaskan cengkramannya dari lenganku.
Aku pun beralih melihat ke lapangan basket. Lho? Mana Sasuke? kenapa orang itu mendadak menghilang? Seperti hantu saja. Aku pun mengedarkan pandanganku ke penjuru lapangan basket, tapi aku tidak juga menemukan si kepala ayam itu.
“Sedang mencari seseorang?” terdengar suara bariton dari arah samping kananku. Aku pun menoleh ke arah kanan. Berdirilah seorang laki-laki yang berkaos pink dengan memakai ikat kepala yang juga sewarna dengan kaosnya.
“A…tidak,” sanggahku dengan gugup mencoba mengelak.
“Hn?” Sasuke melihatku dengan pandangan yang sangat mencurigakan.
“Apa?” tanyaku kesal.
“Tidak.” Sasuke menggelengkan kepalanya. “Terima kasih,” ucapnya kemudian.
Aku mengerutkan keningku. “Untuk?”
Sasuke melangkahkan kakinya mendekat ke arahku lalu ia membungkukkan sedikit badanya. “Terima kasih atas mantra cintanya,” bisiknya tepat di depan telingaku.
Aku hanya dapat membatu. Jantungku mendadak berdetak lebih cepat, sangat cepat dan aku merasakan wajahku mulai memanas.
“Ma…mantra ci…cinta apanya?” tanyaku dengan gugup. Aku juga tidak mengerti. Kenapa aku jadi gagap begini?
“Sasuke, selamat ya. Kau hebat!” puji Ino di sela-sela percakapanku dengan Sasuke sambil mengacungkan jempolnya ke arah Sasuke.
“Makasih, Ino. Itu juga berkat Sakura,” sahut Sasuke sambil melirikku.
“Haha…iya juga ya,” balas Ino sambil tertawa.
Aku menatap Ino dengan sinis. “Kau ini bicara apa, Ino?!”
“Hehe...tidak,” jawab Ino sambil nyengir kuda.
“Hah, sudahlah. Aku pergi dulu,” pamitku hendak pergi dari tempat tersebut. Tapi langkahku tertahan karena Sasuke menghalangi langkahku. Lalu aku bergeser ke kanan, Sasuke ikut geser ke kanan. Kemudian aku bergeser ke kiri, lagi-lagi Sasuke ikut bergeser ke kiri.
Aku mengeram menahan emosiku. “Cepat minggir!” perintahku.
“Kau tidak bisa pergi dari sini sebelum urusan kita selesai,” jawab Sasuke.
“Memangnya di antara kita ada urusan apa?” tanyaku.
“Soal kau, aku dan pink,” jawab Sasuke.
Aku memutar bola mataku bosan. “Aku sudah tidak mau berurusan dengan kau dan pink,” tolakku.
“Tidak bisa, kita harus menyelesaikan semua ini,” ucap Sasuke.
“Hah, lalu, bagaimana kita menyelesaikannya?” tanyaku.
“Teman-teman!” seru Sasuke ke arah teman-teman satu tim basketnya seolah memberi kode. Aku pun mengalihkan perhatianku ke arah teman-teman Sasuke yang ada di lapangan basket.
Lalu turunlah sebuah sepanduk berwarna pink dengan tulisan berwarna putih.
“AKU SANGAT-SANGAT MENCINTAIMU, SAKURA, LENGKAP DENGAN RAMBUT PINK-MU”
Tulisan itulah yang tertulis di sepanduk pink tersebut. Aku menoleh ke arah Sasuke untuk meminta penjelasan. “Apa arti semua ini, Sasuke? apa kau mau mempermalukanku di depan umum lagi?” tanyaku dengan sinis.
Sasuke meraih kedua tanganku. “Tidak, Sakura. Aku benar-benar mencintaimu. Percayalah padaku. Karena kau, aku sadar kalau perbuatanku dulu memang salah. Aku menyesalinya. Sebenarnya, waktu itu aku juga menyukaimu,” ucap Sasuke lembut sambil menatap mataku.
“Maafkan aku. Karena aku, hidupmu jadi berantakan. Karena aku, kau jadi membenci warna pink,” lanjut Sasuke.
Aku bingung harus berkata apa. Dia terlihat sangat serius. Dia juga berhasil menghilangkan rasa benciku terhadap warna pink.
“Apa kau masih membenciku, Sakura? Tapi, aku sungguh-sungguh dengan ucapanku tadi,” ucap Sasuke lagi karena aku belum memberi jawaban.
“Sasuke…sebenarnya, sejak dulu aku memang tidak pernah bisa membencimu,” ucapku agak ragu sambil menundukkan kepalaku. Sebenarnya, ini sangat memalukan bagiku. Lagi-lagi aku harus luluh dengan pesona Uchiha. Egoku kalah dengan perasaanku.
“A…apa, Sakura?” tanya Sasuke tidak percaya. “Apa yang kau katakan itu benar?” tanya lagi.
“Seberapa kerasnya aku membencimu, tetap saja aku tidak akan bisa membencimu. Itu justru membuatku semakin memikirkanmu,” jawabku jujur. Jujur saja, saat ini jantungku kembali berdetak dengan cepatnya. Aku benar-benar malu mengakui semua ini.
“Berarti selama ini, kau masih menyukaiku?” tanya Sasuke.
“Aku tidak perlu mengulangi perkataanku lagi kan?” ucapku dengan kesal.
Sasuke terlihat senang. Ia pun tersenyum lembut ke arahku. Senyumannya memang sangat memesona.
“Ok, berarti kita sudah resmi pacaran kan,” ucap Sasuke mengambil keputusan dengan sepihak.
“Ha, apa? Kapan aku bilang mau jadi pacarmu?” tanyaku.
“Tadi, katanya kau mencintaiku,” jawab Sasuke bingung.
“Ya, memang benar sih, tapi bukan berarti aku mau jadi pacarmu kan,” balasku sambil tersenyum jail pada Sasuke.
“Wah, berarti aku harus lebih bekerja keras agar kau jadi pacarku dong ya. Kalau begitu, aku besok mau cat seluruh kulitmu menjadi pink ah,” ucap Sasuke.
“Ha? Tidak!” teriakku sambil menyilangkan kedua tanganku.
“Wah, Sasuke, kalau kau benar mengecat kulitmu dengan warna pink, bisa-bisa semua penggemarmu jadi kabur,” sahut Ino yang ikut nimbrung.
“Biarin, yang penting aku dapetin hatinya Sakura,” jawab Sasuke sambil melirikku.
“Iih, ogah. Nggak cuma penggemar kamu saja yang kabur, tapi aku juga,” ucapku.
“Lho, kenapa? Bukannya kamu sudah suka lagi dengan warna pink?” tanya Sasuke bingung.
“He Sasuke, menyukai itu bukan berarti menggilai. Aku juga masih waras. Mana mau aku punya pacar yang berkulit pink, Ups!” aduh aku keceplosan.
“Ehem, jadi, kamu mau jadi pacarku dong,” goda Sasuke sambil menyenggol lenganku.
“Ah…siapa bilang?” sanggahku.
“Udah, ngaku aja,” goda Sasuke lagi.
“Udah Sakura, ngaku aja kalau kamu udah terpikat dengan pesona Uchiha,” goda Ino yang juga mnyenggol-nyenggol badanku. Tapi, karena tenaga Ino yang besar itu, badanku menjadi kehilangan keseimbangan.
Bug
Aku condong ke depan dan jatuh ke pelukan Sasuke. Aku mencoba menjauh dari Sasuke tapi tangannya justru melingkar di pinggangku dan menahanku agar aku tidak menjauh darinya.
“Cie cie…” goda semua orang yang ada di dalam ruangan. Kami sekarang menjadi pusat perhatian semua orang.
“Lepaskan aku,” pintaku dengan berbisik.
“Udah, kamu nikmati aja. Jarang-jarang kan dipeluk pangeran sekolah,” ucapnya dengan PD.
“Pangeran dari hongkong,” celetukku. Aku mencoba melepaskan diri dari pelukan Sasuke, tapi tangan kekarnya masih memelukku dengan erat.
“Aku mencintaimu, Sakura,” gumamnya pelan dengan penuh kasih sayang.
Aku mulai menikmati hangatnya pelukan Sasuke. Nyaman sekali berada dalam pelukan orang yang kita sayangi. “Aku juga mencintaimu, Sasuke,” balasku.
Cup.
Tiba-tiba Sasuke mengecup keningku dengan lembut. Mendadak jantungku berdetak cepat. Dan wajahku terasa memanas.
“Hem, detak jantungmu terdengar lho, Sakura,” goda Sasuke yang masih memelukku. Seketika wajahku semakin memanas. Aku jadi salah tingkah sendiri. Sial! Aku kalah dari ayam ini!
-----SELESAI-----
Catatan Author:
Walah walah, ceritanya ngawur banget. Sasuke jadi OOC banget lagi.
Maaf ya kalau ceritanya jelek, abal, gaje, dan endingnya tidak sesuai harapan. Maaf banget #nunduk-nunduk
Banyak kekurangan dalam cerita ini. Jadi, mohon saran dan kritiknya ya J

MAKASIH
N
KEEP SMILE! J