efek

Kamis, 31 Januari 2013

Takdir Sakura Chapter 4


Takdir Sakura
Author : Naumi Megumi
Pairing : SasuSaku, NaruHina, and other
Rate : T
Genre: Romance, Drama, Family, Hurt, Angst
Disclaimmer:
Naruto © Masashi Kishimoto
                                    Ide cerita fic ini © Naumi Megumi         
Warning:
OOc banget, AU, Gaje, Alur berantakan, Typo, miss typo,  abal, ide pasaran, minimnya diskrip, pokoknya amburadul! dan silahkan FLAME jika memang fic-ku ini benar-benar memuakkan! ^_^
Ingat! Update tidak tentu!
Summary:
Siapakah yang akan menjadi pahlawan untuk Hinata dari tindasan Karin dkk? Atau malah tidak akan ada pahlawan yang akan menolongnya lagi?
Sakura kembali ke Konoha Hospital. Ia menemuai seorang dokter ahli. Sebenarnya ada apa dengan Sakura?

Mari bersama sama kita teriak ‘Uye!’
Uye!! \(o.o)/
Kalau nggak suka, nggak usah baca, ya! Ntar mual lho!
Jangan Lupa RnR-nya, ya!
Balasan Review ada di bawah!
So, Enjoy It!

Chapter Sebelumnya:
Hinata ditindas lagi oleh Karin, bahkan ia membawa teman yang lebih banyak lagi hanya untuk menindas Hinata. Kemudian dengan kejamnya ia menceburkan tas Hinata ke dalam kolam ikan sekolah.
Di sisi lain, Sakura sedang bertanding basket melawan Sasuke. Dan akhirnya Sasuke lah yang menjadi pemenang. Dan tiba-tiba tubuh Sakura menjadi aneh, tubuhnya tidak bisa digerakkan. Sasuke menyadarinya, tapi Sakura bersi keras tidak mau mengatakan apa-apa tentang kondisinya. Bahkan, Sakura membentak Sasuke yang telah muncul tiba-tiba di dalam hidupnya dan menghancurkan hidupnya. Lalu, bagaimana kah kisah selanjutnya?

TAKDIR SAKURA
Chapter 4

“Hiks!” Hinata secara perlahan berjalan menghampiri kolam ikan sambil menghapus air matanya dengan kedua tangannya. Ia akan mengambil tasnya yang ada di dalam kolam tersebut.
Begitu ia ada di depan kolam, ia melepas sepatu dan kaos kakinya. Ia mulai berjalan masuk ke dalam kolam ikan tersebut. Hinata menyusuri dasar kolam dengan mengulurkan kedua tangannya ke dalam air. Air di kolam tersebut cukup keruh sehingga Hinata harus meraba-raba setiap dasar kolam untuk mencari tasnya.
“Ah, ini dia!” gumam Hinata begitu ia menyentuh sesuatu benda yang diperkirakannya adalah tasnya. Ia mengangkat benda tersebut ke permukaan.
Plung plung plung
“Yah~” keluh Hinata karena semua isi tasnya malah berjatuhan ke air begitu ia mengangkat tasnya, karena tasnya terbuka. Tas yang dipegang Hinata dengan tangan kanannya lalu ia alihkan ke tangan kirinya. Ia mencoba mencari lagi barang-barangnya yang terjatuh dengan tangan kanannya.
“Huh? Apa ini?” Hinata merasakan tangannya menyentuh sesuatu. “Seingatku, aku tidak membawa barang yang lembek-lembek seperti ini,” gumamnya polos dan juga dengan wajah penasaran. Dan karena penasaran, ia pun mengangkat benda yang ada di tangannya ke permukaan.
“Uhm …” Hinata melihat benda yang ada di genggamannya dengan seksama. Benda tersebut berwarna hijau kecoklatan dan kenyal. Ia benar-benar penasaran. “Ini bukan barangku.” Hinata lalu menggoyangkan benda itu.
“Kungkok~” (Aku nggak tahu pasti bunyi katak itu kayak gimana)
“Aargghh!!”
Byur!
Kalian pasti sudah mengetahui itu benda apa. Ya, itu adalah katak. Saat Hinata mengetahui bahwa benda itu adalah katak, ia langsung menjerit syok sambil melempar katak tersebut dengan asal, sepertinya katak itu kembali ke dalam air.
Hinata bergidik geli dengan kejadian yang baru saja menimpanya. “Katak? Baru saja aku memegang seekor  katak?” gumamnya yang tidak percaya bahwa baru saja tangannya memegang seekor katak, hewan yang paling menggelikan di seluruh dunia, bagi Hinata tentunya. “Aaa~ Kak Sakura~” rengeknya
“Hahahaha …” terdengar suara tawa laki-laki yang terdengar sudah tidak asing lagi di telinga Hinata.
“Huh?” Hinata lalu menoleh ke sumber suara tersebut. Benar dugaannya, ia melihat gurunya—Naruto sedang tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya geli. “Guru!” kesalnya karena Naruto malah menertawainya. “Kenapa Guru malah tertawa, sih! uh!” rajuk Hinata sambil memanyunkan bibirnya.
“Maaf … maaf,” ucap Naruto sambil melepas sepatu kulit serta kaos kakinya.
Plung.
Naruto menceburkan kedua kakinya ke dalam kolam. “Perlu bantuan?” tanyanya sambil tersenyum pada Hinata.
Hinata pun balas tersenyum dengan wajah yang merona. “A … arigatou, guru …” ucapnya dengan gugup.
-------------Takdir Sakura---------------
Sakura berjalan menyusuri koridor sekolah sendiri. Ia menundukkan kepalanya dengan lesu. Pikirannya entah pergi kemana. Ia terus berjalan sambil menundukkan kepalanya. “Tidak seharusnya aku berteriak seperti itu padanya,” gumamnya menyesal. Perasaan bersalah terus menghampiri Sakura. Pasalnya, baru pertama ia meneriaki orang seperti itu, bahkan ia berteriak sangat keras pada Sasuke.
Bruk!
Sakura menabrak seseorang, atau orang itu yang menabrak Sakura? Entahlah. “Maaf,” ucap Sakura sambil menundukkan kepalanya. Walau bagaimana pun juga ia sudah salah karena berjalan tidak melihat ke depan.
“Sakura …” gumam orang tersebut dengan suara baritonnya.
Deg!
Tiba-tiba hati Sakura merasa sakit saat mendengar suara yang tidak asing baginya. Bahkan suara itu sempat menaungi hatinya. Suara itu, mirip suara seseorang. Sakura segera menegakkan kepalanya untuk memastikan bahwa pemilik suara tersebut bukanlah ‘dia’.  
“Ini benar-benar kau kan, Sakura!” ucap orang itu lagi. Dan Sakura semakin yakin bahwa orang itu memang ‘dia’. Sakura mengurungkan niatnya untuk melihat wajah orang itu. Jika itu benar-benar ‘dia’, Sakura belum siap untuk menghadapinya. Lebih tepatnya, hatinyalah yang belum siap untuk merasakan sensasi sakit kembali saat melihat wajahnya. Mendengar suaranya saja membuat hatinya perih, apalagi jika ia harus melihat wajahnya.
Wush!
“Hey!” panggil orang itu saat dengan tiba-tiba Sakura malah berlari melewatinya. Sakura yang sebenarnya mendengar panggila orang itu malah terus berlari.
“Sakura!!” Sakura mendengar suara salah satu sahabatnya yang memanggilnya, yaitu Ino.
“Oh, ya ampun! Kenapa aku malah lari kemari?!” rutuk Sakura. Sakura tanpa sadar berlari ke kantin. Yang benar saja. Guru magangnya kan juga sedang di sana, bersama teman-temannya. Mereka kan baru saja bertengkar. Err … lebih tepatnya, Sakura yang memaki Sasuke. Tapi tetap saja ini bukan situasi yang menyenangkan bagi Sakura.
“Sakura, sebelah sini!” teriak Ino lagi sambil melambaikan tangannya tinggi-tinggi agar Sakura dapat melihatnya. Sebenarnya Sakura sudah mengetahuinya, hanya saja ia pura-pura tidak tahu.
Sakura pura-pura mengedarkan penglihatannya. “Ah, Hey!” teriak Sakura membalas panggilan Ino. Sakura juga melihat ada Sasuke di sana.
“Ayo cepat sini!” perintah Ino.
“Ah, iya,” jawab Sakura. Dengan langkah enggan, Sakura pun berjalan ke meja kedua sahabatnya dan juga guru magangnya itu. Kemudian Sakura duduk di samping kiri Sasuke, karena kursi yang kosong hanya di sana.
-------------Takdir Sakura---------------
Sakura POV
Suasana seperti ini memang sangat tidak mengenakkan. Aku harus duduk dengan orang ini, guru Sasuke. Entah kenapa aku jadi merasa bersalah padanya. Sebenarnya ada apa denganku?
“Sakura, kau mau pesan apa?” tanya Tenten padaku.
“Aku minum jus jeruk saja,” jawabku sambil tersenyum.
“Kau tidak mau makan sesuatu?” tanya Ino sambil melihatku.
“Iya, kau kan baru saja bertanding basket. Pasti tenagamu terkuras,” tambah Tenten yang terlihat cemas dengan keadaanku. Bukannya aku tidak lapar, tapi aku gengsi. Tentu saja. Baru saja aku membentak Guru Sasuke, tapi masak iya aku harus menerima traktiran guru magang ini.
Aku sedikit melirik ke guru Sasuke yang sejak tadi hanya diam. Entah apa yang sekarang ia pikirkan. Tapi siapa peduli!
Eh?
‘Sial! Sial! Sial!’ aku merutuki diriku sendiri karena kepergok sedang memandangi guru mesum itu. Dengan cepat aku mengalihkan wajahku ke arah lain.
“Ada apa?” tanya guru mesum itu melihatku.
Aku pun juga melihatnya. “A … apa?” tanyaku balik pura-pura tidak paham apa yang ia maksudkan.
“Kau tadi memandangi wajahku. Aku kira ada sesuatu. Atau kau baru menikmati wajahku yang indah ini?” tebak guru mesum itu dengan PD-nya.
Ha? Apa tadi dia bilang? Kenapa ada guru mesum yang super narsis seperti dia di dunia ini? “Apa-apaan itu?! Siapa juga yang memandangi wajahmu!” elakku.
End Sakura POV
-------------Takdir Sakura---------------
Normal POV
“Lalu kenapa kau tadi memandangi wajahku seperti tadi?” tanya Sasuke lagi sambil menyeringai.
“Aku kan sudah bilang, aku tidak memandangi wajahmu!” Sakura mencoba membantah tuduhan Sasuke. Sebenarnya bukan tuduhan tapi fakta. Fakta bahwa Sakura memang memandang wajah Sasuke tadi. Sakura memandang guru magangnya itu dengan kesal. ‘Dia benar-benar menyebalkan!’
Sedangkan Tenten dan Ino hanya saling menyiku dan mengedikkan bahu saat melihat pertengkaran kecil antara teman dengan guru mereka.
Sasuke tersenyum tulus pada Sakura tapi yang diberi senyum malah mengalihkan wajahnya. “Oh, begitu. Mungkin hanya perasaanku saja,” ucap Sasuke lalu bertopang dagu. Oh, betapa keren dan indah pemandangan itu.
Sakura melirik Sasuke lagi, tapi hanya sebentar. Ia takut kepergok lagi sedang melihat Sasuke. Entah sampai setinggi apa tingkat kenarsisan Sasuke nantinya. ‘Apa yang sebenarnya ia pikirkan? Kenapa sikapnya seolah tidak terjadi apa-apa?’ tanya Sakura dalam hati. ‘Padahal aku tadi berkata kasar padanya. Apa dia tidak merasa sakit hati?’
“Sudahlah, tidak perlu membahas sesuatu yang samar-samar.” Tenten mencoba mengganti topik, atau ia mencoba menyindir Sakura?
‘Samar-samar katanya!?’ kesal Sakura dalam hati sambil melirik Tenten. Sedangkan yang dilirik hanya nyengir.
“Jadi, guru mau makan apa?” tanya Ino melihat ke Sasuke dengan pandangan memuja. Oh, ya ampun. Ino mulai lagi dengan sikapnya.
“Aku cukup air putih saja, soalnya aku masih kenyang,” jawab Sasuke lembut lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Tidak lama kemudian ia mulai asik berkutat dengan tuts-tust ponselnya.
“Baiklah. Kau benar-benar tidak mau makan sesuatu, Sakura?” tanya Ino memastikan.
“Iya. Aku hanya haus sedikit,” jawab Sakura yakin. Sakura sedikit melirik Sasuke yang sibuk sendiri. ‘Sebenarnya apa yang sedang dia lakukan? Akh! Kenapa aku malah jadi memikirkan guru mesum ini terus, sih! bodoh!’ Sakura tanpa sadar menggeleng-nggelengkan kepalanya.
“Kau kenapa, Sakura?” tanya Tenten cemas saat melihat Sakura menggelengkan kepalanya sendiri.
“Huh? Ah … hehehe, tidak apa-apa, kok. Hehehe …” jawab Sakura dengan tawa garing sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal.
“Mungkin Sakura sedang memikirkanku,” sahut Sasuke asal tapi tepat sasaran.
“Eh?” pekik Ino dan juga Tenten bersamaan.
Deg!
‘Kenapa dia bisa tahu?’ batin Sakura heran dengan wajah pucat. Sakura terkejut dengan ucapan Sasuke.
“Aku hanya bercanda. Hahaha….” tawa Sasuke dengan santai. “Kalian menganggap ini serius?” tanyanya lagi-lagi dengan tampang tanpa dosa.
“Guru ini … membuat kami kaget saja. Hahaha…” tawa Ino.
Sepintas Sakura dan Sasuke bertemu pandang, tapi Sakura dengan segera memalingkan wajahnya. ‘Pria ini benar-benar menyebalkan,” batinya. Sakura merasa kesal. Sepertinya Sasuke sengaja mempermainkan Sakura.
-------------Takdir Sakura---------------
Di Ruang UKS SMA 2 Konoha.
Terlihat ruangan UKs begitu sunyi, hanya ada 2 orang di sana. Ia adalah Naruto dan Hinata. Setelah Naruto membantu mencari tas Hinata yang berada di kolam, Naruto pun memaksa Hinata untuk ke UKS dan mengobati luka Hinata. Naruto membersihkan luka lecet yang ada di telapak tangan dan punggung tangan Hinata dengan antiseptik.
Tes.
Naruto melihat ada air yang menetes membasahi rok Hinata. Naruto pun mendongakkan kepalanya untuk melihat Hinata. Ia melihat Hinata menangis.
“Hiks!” tangis Hinata pun semakin deras. “Kenapa?” gumamnya. Naruto yang bingung melihat Hinata menangis hanya diam, ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia perbuat. “Kenapa aku begitu lemah?” Hinata kembali bergumam dengan suara bergetar. “Kenapa aku tidak berguna? Hiks!” ia menggigit bibir bawahnya untuk meredam suara tangisnya.
Entah kenapa Naruto tak kuasa melihat Hinata menangis di hadapannya. Dengan perlahan Naruto mengulurkan tangannya. Ia meraih pundah Hinata dan menariknya ke pelukannya. Ia tenggelamkan kepala Hinata ke dalam dadanya. Walaupun Naruto tahu bahwa kaos olahraganya akan basah dengan air mata Hinata, ia tak peduli. Yang ada dalam benaknya sekarang ingin menenangkan Hinata dengan caranya, dengan apa yang ia bisa.
Hinata tersentak dengan perlakuan gurunya tersebut padanya. Begitu kepalanya menyentuh dada bidang Naruto, ia merasa nyaman dan sejak. Jiwanya terasa damai. Hinata memejamkan matanya mencoba menikmati kehangatan yang belum pernah ia rasakan. Air matanya yang tadinya mengalir deras berangsur mereda. “Aku mohon, Guru. Tolong jangan pernah bilang soal ini pada Anko,” pintanya bergumam. Walaupun Naruto tak menjawab, tapi Hinata merasakan bahwa Naruto menganggukkan kepalanya pelan.
-------------Takdir Sakura---------------
“Hinataa…!” sambut Anko begitu melihat Hinata memasuki kelas. “Kenapa kau terlambat sampai 2 jam?” tanyanya lalu menghampiri Hinata. “Eh? Ada guru Naruto juga?” tanyanya lagi begitu melihat Naruto muncul dari balik pintu.
“Guru Naruto…!!!” teriak siswi seisi kelas lalu mereka berhamburan menghapiri Naruto.
“Hehe…hey, kalian semua,” sapa Naruto pada murid-muridnya. Naruto sedikit terdorong kesini dan kesana oleh murid-muridnya yang manis.
“Err…maaf, tadi aku ada urusan sedikit,” jawab Hinata sambil tersenyum tulus pada Anko. “dan… tadi aku tidak sengaja bertemu dengan Guru Naruto lalu mengobrol sedikit,” dustanya.
Ekspresi Anko pun berubah. “Sebenarnya apa yang terjadi, Hinata?” tanyanya dengan nada tegas. Ia tahu bahwa Hinata sedang berbohong padanya. Ada yang tidak beres. Dan Anko menangkap keadaan Hinata yang terlihat sedikit kucel, walaupun tadi Hinata sempat merapikan penampilannya saat di UKS bersama Naruto. Tas dan barang-barangnya juga sudah ia keringkan waktu di UKS tadi.
“Ah? Tidak terjadi apa-apa, kok,” jawab Hinata mencoba berdusta lagi dan mencoba tersenyum sewajarnya.
Anko menatap Hinata dengan lekat sambil memegang kedua pundak Hinata. “Katakan, Hinata! Siapa yang melakukan ini padamu!?” tanya Anko sedikit memaksa.
“Hahaha…” Hinata tertawa dengan ringan, seolah tidak pernah merasakan sakit ditubuhnya. Di depan sahabatnya, ia berusaha terlihat seceria mungkin, karena ia tidak ingin membuat ada orang lain lagi yang mencemaskannya. “Sudahlah, Anko. Anggap saja ini tidak pernah terjadi. Lagi pula, aku tidak terlupa, kok,” jawab Hinata mencoba meyakinkan Anko sambil tersenyum tulus.
Naruto melirik tangan kanan Hinata yang ia sembunyikan di balik badanya, tangan yang tadi pagi diinjak oleh Karin. Tangan itu sedikit lecet namun tidak terlihat ada darah di sana, karena Naruto sudah mengobatinya waktu di UKS. Saat Naruto hendak memperban luka Hinata, Hinata berusaha keras menolaknya. Karena perban di tangannya akan semakin memperjelas bahwa tangan Hinata sedang terluka. Dan Hinata tidak mau membuat Anko cemas saat melihat tangannya yang diperban. Hinata juga menyuruh Naruto untuk berjanji padanya bahwa ia tidak boleh memberitahukan ini pada Anko.
“Aku terlalu malas untuk menjawab pertanyaan Anko nanti saat melihat perbanku. Hehehe…” jawab Hinata saat itu dengan senyum manisnya. ‘Sebenarnya jauh di dalam dirimu, kau sangat kuat, Hinata,’ gumam Naruto dalam hati sambil tersenyum.
“Baiklah, aku akan melupakannya. Tapi jika kejadian ini sampai terulang lagi dan kau tetap tidak mau memberitahuku, aku akan mencari tahu sendiri pelakunya dan akan kuhabisi mereka!” tegas Anko.
“Hehehe…” Hinata hanya bisa nyengir, karena ia tidak tahu harus menjawab apa. Dan ia juga bahagia karena mempunyai Anko sebagai sahabatnya.
“Lho? Guru Naruto…” muncullah seorang laki-laki dewasa dari balik pintu.
“Guru Iruka…” Naruto begitu membalikkan badannya saat ada seseorang yang menyebut namanya dan mendapati Guru Iruka berdiri di depan pintu kelas.
“Inikan bukan jam pelajaranmu, kenapa kau ada di sini?” tanya Guru Iruka.
Naruto tertawa sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. “Aku hanya kebetulan lewat saja, kok,” jawabnya. “Aku pergi dulu, ya!” pamitnya pada Hinata dan Anko. Mereka hanya mengangguk. Naruto juga melambaikan tangannya pada siswi-siswi yang tadi mengerubunginya.
“Kyaa…!” teriak siswi-siswi histeris saat melihat senyum Naruto yang menawan.
“Ehem! Silahkan semuanya kembali ke tempat duduk masing-masing!” perintah Guru Iruka tanpa kehilangan kewibawaannya sebagai guru.
“Hai!” sahut siswi dengan semangat, termasuk dengan Hinata dan Anko.
-------------Takdir Sakura---------------
Teng teng teng!
Lonceng pulang baru saja berbunyi dan siswa-siswa mulai berhamburan keluar kelas. Hingga di dalam kelas tinggallah  Tenten, Ino dan Sakura.
Tap tap tap.
Terdengar suara langkah yang semakin mendekat. Sakura dan kedua sahabatnya pun terdiam saat mendengar suara lagkah itu mulai memasuki kelas mereka.
Jreeng!
Dengan gaya cool-nya, muncullah seorag pemuda yang berseragam serupa dengan Sakura dan teman-temannya. Rambutnya hitam berkuncir dengan helaian rambut yang bersisa di kanan dan kiri wajahnya. Pemuda itu tersenyum pada Sakura, senyum meawan yang dapat membuat seluruh siswi SMa 1 Konoha klepek-klepek. Tapi, tentu saja pengecualian untuk Sakura.
Tenten dan Ino saling memandang sejenak lalu beralih melirik Sakura. mereka ingin melihat reaksi Sakura. Mereka tahu bahwa pemuda yang bernama Hidate tersebut sangat tergila-gila dengan Sakura sejak Sakura mengalahkannya di pertandingan harian saat Sakura masih menjadi anggota karate. Sejenak Sakura memang melihat ke arah Hidate, namun kemudian ia kembali membereskan bukunya kembali. Setelah selesai, ia berjalan ke arah pintu dan keluar kelas begitu saja. Melewati Hidate seolah-oleh ia tidak melihat Hidate.
Tenten dan Ino lalu menghampiri Hidate. “Jangan menyerah!” kata Tenten memberi semangat sambil menepuk pundak kanan Hidate. “Tetap semangat!” tambah Ino sambil menepuk pundak kiri Hidate.
Hidate pun tersenyum. “Terima kasih,” ujarnya sambil tersenyum.
Sementara itu, Sakura sedang berjalan menyusuri lorong kelas. Ia melewati ruang karate. Sakura masuk ke dalam ruang tersebut untuk sekedar melihat-lihat. Ia melihat begitu banyak siswi yang memenuhi kursi penonton. “Tumben rame,” gumamnya.
Sakura mengedarkan penglihatannya ke seluruh penjuru ruangan hingga ia melihat segerombolan siswi-siswi yang sedang mengerumuni seseorang. Sakura memicingkan matanya untuk melihat lebih jelas siapa orang di balik kerumunan tersebut. Sakura sedikit terkejut kala matanya menangkap kepala ayam di tengah kerumunan tersebut. “Cih! Kenapa guru ayam itu selalu ada dimana-mana?” gumamnya. Tentu saja orang yang dimaksud ‘Guru ayam’ adalah Sasuke. Bahkan Sakura sekarang sudah mempunyai julukan baru untuk guru magangnya itu.
Sakura membalikkan badanya hendak meninggalkan ruang karate hingga sebuah seruan yang memanggil namanya menghentikan langkahnya. Sakura menoleh pada sumber suara dan mendapati seorang pemuda tampan dengan rambut panjangnya tengah berjalan menghampirinya. “Hey, Neji!” sapanya.
Seperti yang disebut Sakura, pemuda tersebut bernama Neji, sang ketua ekskul karate, sekaligus rival sejatinya Tenten. “Ada perlu apa kau kesini? Apa kau ingin bergabung kembali?” tanya Neji.
Sakura memang dulu adalah anggota karate, ia kemudian keluar 2 bulan yang lalu karena sesuatu. “Tidak, aku hanya mampir sebentar untuk melihat-lihat. Ternyata tanpa aku ekskul ini masih berjalan lancar, bahkan semakin ramai, sepertinya…” gumam Sakura semakin tidak jelas sambil melirik gerombolan siswi yang mengerumuni Sasuke.
Neji menaikkan sebelah alisnya ketika nada bicara mulai tidak jelas. Ia pun mengikuti arah pandangan Sakura. “Ah itu, Guru Sasuke akan melatih kami untuk sementara. Kau tahu, kan, bahwa guru Guy sedang ada urusan?” tanyanya kembali melihat Sakura.
Sakura memutar bola matanya. “Ya, aku tahu itu. Tapi kalian bisa latihan sendiri, kan? Atau kau saja yang memimpin mereka,” ucap Sakura yang tidak terima Sasuke menjadi pelatih karate.
“Masalahnya bukan itu. Kami harus dilatih oleh orang yang ahli, karena 2 minggu lagi akan ada pertandingan persahabatan dengan SMA Suna,” jawab Neji.
Sakura tersentak kala mendengar Neji menyebut nama bekas sekolahnya dulu. ‘Berarti tadi itu benar-benar dia,’ batinya. “Kalian akan tanding dengan SMA Suna?” tanya Sakura memperjelas.
“Hn. Dan jangan lupa untuk datang dan dukung kami!” pinta Neji.
Sakura tersenyum canggung. “Hehe…memangnya pertandingannya di sini atau di Suna?” tanya Sakura sedikit cemas.
“Di sini,” jawab Neji singkat.
“Ehm…kalau gitu, aku akan usahakan datang,” ucap Sakura sambil memamerkan senyumnya yang indah.
Neji mengangguk senang. “Ohya, apa kau melihat Tenten?” tanyanya.
“Tadi aku bersamanya, tapi sekarang aku tidak tahu dia dimana. Mungkin ia masih di kelas,” jawab Sakura.
“Kalau nanti kau bertemu lagi degannya, tolong suruh dia ke sini, ya!” pinta Neji. Sakura menyunggingkan senyum dan mengacungkan jempolnya dengan mantap.
-------------Takdir Sakura---------------
Sakura kembali memasuki sebuah rumah sakit besar Konoha. Ia mulai melangkahkan kakinya dengan sedikit berat. Pulang sekolah ini Sakura berjanji pada salah seorang dokter handal di Rumah Sakit Konoha, beliau bernama Shizune. Dan Sakura akan diberitahu hasil pemeriksaan yang ia lakukan kemarin malam.
Tok tok tok.
Sakura mengetuk sebuah pintu yang bertuliskan “Dr. Shizune” di sana.
“Ya, masuk!” Setelah mendapat respon dari orang yang ada di dalam ruang tersebut, Sakura pun segera masuk ke dalam.
“Hey, Sakura! Tumben kau tepat waktu dengan waktu yang kujanjikan padamu, biasanya kau telat beberapa jam,” ucap Shizune sedikit menyindir begitu melihat orang yang masuk ke ruangannya ternyata adalah Sakura.
Sakura mengambil duduk di depan meja Shizune. “Itu karena saat ini aku sedang libur kerja, Kak Shizune,” jawab Sakura. Ya, Sakura memang memanggil Shizune dengan panggilan ‘Kak’, karena itu adalah permintaan Shizune sendiri. Shizune sudah menganggap Sakura sebagai adiknya sendiri, begitu juga sebalikknya.
Umur Shizune saat ini sudah 29 tahun, tapi sampai sekarang ia belum juga menikah. Walaupun begitu, ia cukup senang dengan keadaanya saat ini. Apalagi setelah ia bertemu dengan Sakura 4 bulan yang lalu. Sakura telah menjadi inspirasi hidupnya. Shizune bangga dengan Sakura yang tegar menghadapi takdirnya, yang bisa dibilang sedikit kejam.
Saat itu, Shizune tanpa sengaja melihat Sakura pingsan di depan rumah sakit saat ia hendak pulang. Dan karena malam itu hujan deras sekali, akhirnya Shizune membawa Sakura masuk ke dalam rumah sakit, walaupun hanya di lobi dan ia hanya membaringkan Sakura di atas sofa. Shizune juga hanya bisa menyelimuti Sakura dengan jas dokternya, karena hanya ada itu.

FLASHBACK ON
“Apa yang terjadi?” tanya seorang gadis pink yang baru saja sadar dari pingsannya 1 jam yang lalu.
“Tadi kau pingsan di depan rumah sakit. Lalu aku membawamu masuk,” terang seorang dokter wanita muda berambut hitam.
“A…arigatou, dokter…”
“Shizune,” sahut dokter wanita tersebut, menyuruh Sakura memanggilnya Shizune.
“Ah, arigatou, dokter Shizune,” ulang Sakura sedikit menundukkan kepalanya, lengkap dengan menyebut nama dokter tersebut. “dan maaf telah merepotkan Anda,” ucapnya lagi.
“Hahaha…tidak perlu sungkan. Itu sudah kewajibanku,” jawab Shizune dengan senyum lembutnya.
“Kalau begitu, saya permisi untuk pulang,” pamit Sakura sambil membungkukkan badanya.
“Biar aku antar,” tawar Shizune.
“Tidak perlu. Saya sudah banyak merepotkan Anda. Lagipula, hujannya juga sudah reda, jadi tidak ada masalah,” ucap Sakura menolak tawaran Shizune dengan halus sambil tersenyum. Shizune hanya membalas senyuman Sakura dengan sebuah senyuman. Sakura kemudian melangkahkan kakinya.
Shizune memandang punggung Sakura, tapi ada sesuatu yang aneh. Shizune kembali memperkatikan langkah Sakura dan melihat ayunan tangan Sakura. “Itu…,” gumamnya begitu ia menyadari sesuatu. Lalu dengan cepat Shizune memanggil Sakura, “Tunggu!” ia sedikit berlari menghampiri Sakura saat Sakura menghentikan langkahnya.
“Iya?” sahut Sakura begitu membalik badanya.
“Aku belum tahu namamu. Siapa namamu?” tanya Shizune begitu berada di depan Sakura.
Sakura tersenyum sejenak. “Nama saya Sakura, Haruno Sakura,” jawabnya.
“Nama yang bagus,” puji Shizune.
“Arigatou,” ucap Sakura dengan senyumnya lagi.
“Bisakah kau datang ke sini lagi besok?” tanya Shizune.
Sakura terlihat bingung dengan pertanyaan, ah bukan. Itu terdengar seperti sebuah undangan. “Tentu,” jawabnya kemudian dengan pasti walaupun Sakura tidak mengerti kenapa Shizune menyuruhnya untuk datang kembali, tapi ia tak memikirkannya lebih jauh.
“Baguslah kalau begitu. Kau bisa datang setelah pulang sekolah,” ucap Shizune.
“Eh? Kenapa Anda tahu kalau saya masih sekolah?” tanya Sakura heran.
“Hehehe…hanya feeling. Kau terlihat masih muda, jadi aku menyimpulkan kau masih sekolah,” jawab Shizune sambil tersenyum canggung.
“Ooh…” Sakura hanya ber-Oh- ria. “Kalau begitu, saya permisi dulu,” pamit Sakura lagi sambil menundukkan kepalanya, lagi.
Shizune pun juga menundukkan kepalanya. “hati-hati di jalan,” pesannya. Sakura pun berbalik dan mulai melangkahkan kakinya kembali. Shizune memandang punggung Sakura dengan pandangan sendu. “Gadis itu…padahal usianya masih muda…” gumamnya sendiri.
FLASHBACK OFF

“Jadi, bagaimana hasilnya, kak?” tanya Sakura membuat lamunan Shizune buyar.
“Ha!?” sahut Shizune agak kaget karena tidak menyimak pertanyaan Sakura tadi.
“Kak Shizune kenapa?” tanya Sakura cemas karena melihat Shizune yang sedikit aneh.
“Ah, tidak apa-apa. Kau tadi bilang apa?” tanya Shizune kembali ke topik awal.
“Itu, aku tadi tanya gimana hasil pemeriksaan kemarin,” jawab Sakura sekaligus bertanya.
“Kau harus mengurangi kegiatanmu, Sakura,” nasehat Shizune mencemaskan Sakura. “karena keadaanmu sedikit memburuk,” lanjutnya.
“Hanya sedikit, kan? Syukurlah. Aku sangat beruntung. Hehehe…” tanggap Sakura enteng sambil tersenyum lega. Beruntung katanya?
“Tap—“
“Selagi aku masih bisa bergerak, aku akan melakukannya secepat mungkin,” potong Sakura. “Kak Shizune tidak perlu khawatir,” ucapnya sambil menyunggingkan senyum manisnya.
“Hah~” Shizune menghela nafas berat. “walau aku larang seperti apapun, kau pasti tidak akan mendengarkanku, kan?” tebak Shizune.
“Hehe…ya, sepertinya begitu,” jawab Sakura sambil nyengir.
“Tapi ingat! Kau harus tetap rajin menjalani terapimu, karena hanya dengan terapilah bisa mengurangi gejala-gejalanya. Sehingga tidak ada yang curiga,” nasehat Shizune lagi.
“Tentu saja,” jawab Sakura mantap.
“Kau mau bawa berkas ini?” tanya Shizune menyodorkan sebuah map yang beisi hasil pemeriksaan kesehatan Sakura.
“Tidak,” tolak Sakura sambil menggelengkan kepalanya. “biar kak Shizune saja yang menyimpannya. Kak Shizune kan sudah kuanggap sebagai kakakku sendiri,” ucapnya.
Sejak awal pemeriksaan, Sakura memang tidak pernah mau menyimpan hasil pemeriksaannya. Ia selalu meminta Shizune untuk menyimpankannya.
“Kenapa? Kalau hanya tidak ingin diketahui orang lain, kau bisa menyimpannya di tempat yang paling aman di kamarmu, kan?” tanya Shizune penasaran.
Sakura tersenyum sejenak, “Kak Shizune ini bagaimana. Kakak pernah menonton TV yang pemerannya terkena sebuah penyaki?” tanya Sakura.
“Pernah. Lalu apa hubungannya?” tanya Shizune masih belum mengerti.
“Si pemeran yang terkena penyakit itu pasti membawa berkas hasil pemeriksaan mereka ke rumah. Dan menyembunyikannya di tempat yang paling aman. Tapi apa? Pada akhirnya keluarganya pasti tidak sengaja menemukannya, kan. Nah, aku tidak mau itu juga terjadi padaku. Hehehe…” Sakura mengakhiri penjelasannya dengan sebuah cengiran polos.
“Kau benar juga, ya. Bagaimana aku bisa tidak tahu soal itu. Kau pintar juga, Sakura!” puji Shizune, “pantas saja kau mendapat peringkat teratas.”
Sakura tertawa canggung saat mendapat pujian dari Shizune. “Sebenarnya tidak sepintar itu,” ucapnya merendah.
-------------Takdir Sakura---------------
Sakura baru saja keluar dari Bank Konoha. Di tangannya terdapat sebuah amplop coklat besar. Ia baru saja mendapatkannya dari pegawai bank, katanya amplop tersebut titipan dari ibunya saat beliau masih hidup. “Isinya apa, ya?” gumam Sakura sambil terus membolak-balik amplop tesebut. Ia lalu berjalan mendekati sebuah kursi di tepi jalan. Ia duduk disana.
Dengan perlahan, Sakura mulai membuka segel amplop tersebut. Ada sebuah surat dari ibunya serta ada satu berkas penting di dalamnya. Sakura menaikkan sebelah alisnya kemudian mulai membaca surat tersebut. Seketika eskpresinya berubah. Keningnya mengerut. Sakura tidak tahu harus mengekspresikan perasaannya saat ini dengan apa. Ada rasa senang, sedih, serta sedikit marah setelah ia membaca surat dari ibunya tersebut. Masalah Sakura bertambah satu lagi. Ia menundukkan kepalanya.
Tes.
Setetes air mata baru saja jatuh dari pelupuk mata Sakura. Ia memegang kepalanya sambil mencoba menahan tangis. “Ibu…” sebutnya dengan nada bergetar, “ke-hiks! Kenapa kau baru-hiks! Memintanya sekarang? Hiks!” lanjutnya.
Sebenarnya apa isi surat dari ibunya itu sehingga membuat Sakura seolah tidak sanggup lagi menjalani hidupnya?
-------------TBC---------------

Celoteh Author!
Terlalu lama hiatus. Menyebabkan otak karatan….mungkin.
Inilah persembahan saya di chapter 4 ini. maaf jika kurang panjang dan sebagainya. Saya mohon maaf. n_n
Dan maaf di chap ini SasuSaku-nya belum muncul ^-^, chapter depan mungkin ada, hehe..nggak janji. ^-^v
Tolong saran dan kritik anda di kotak review ^-^

Satu kata review anda, sangat berarti bagi saya. ^-^
Terima kasih untuk semua reader, reviewer, silent reader, peng-favo, peng-folow fanfic abal ini ^_^
N
KEEP SMILE!